Mohon tunggu...
Widodo Surya Putra (Mas Ido)
Widodo Surya Putra (Mas Ido) Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Arek Suroboyo | Redaktur renungan kristiani | Penggemar makanan Suroboyoan, sate Madura, dan sego Padang |Basketball Lovers & Fans Man United | IG @Widodo Suryaputra

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Provokasi dan Pengaruhnya pada Hasil Akhir Pertandingan

16 September 2017   11:04 Diperbarui: 16 September 2017   19:02 4156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Provokasi. Tindakan ini nampaknya sudah tak asing lagi dalam dunia olahraga. Provokasi tak hanya muncul di lapangan hijau, tetapi juga di lapangan berbentuk kotak lainnya, di lintasan lari, di kolam renang, dan banyak tempat olahraga lainnya. 

Dalam olahraga, pelaku provokasi tak hanya pemain, tetapi bisa juga pelatih, anak gawang, penonton, pengelap bola, petugas pergantian shuttlecock, hakim garis, petugas pencatat skor, petugas timer, wasit, hingga tukang parkir yang berjaga di luar stadiun atau gelanggang olahraga! Pada zaman sekarang, provokasi bahkan bisa datang dari media massa, media elektronik, atau media online yang sekilas tak terkait langsung dengan pertandingan yang dilangsungkan.

Nah, dari lapangan hijau, kita tak mungkin lupa dengan insiden tendangan kungfu yang dilakukan oleh Eric Cantona, akibat tak tahan dengan provokasi pendukung Crystal Palace. Pada laga yang berlangsung 25 Januari 1995 silam itu, Cantona yang baru saja mendapat kartu merah dari wasit meledak dalam kemarahan setelah kata-kata makian keluar dari seorang pendukung tuan rumah. Hukuman kerja sosial selama 120 jam pun harus dijalani Cantona, juga larangan bertanding selama 8 bulan akibat insiden "lepas kendali" tersebut.

Beralih ke ajang Piala Dunia 2006 antara Italia dan Perancis. Perkataan kasar berunsur provokatif dari Marco Materazzi berhasil "meledakkan" emosi Zinedine Zidane, yang langsung menanduk dada palang pintu timnas Italia tersebut. Dalam pembelaannya, Materazzi mengaku bahwa insiden itu juga dipicu oleh perkataan Zidane ketika dia tanpa sengaja menarik baju Zidane. "Jika kamu menginginkan baju saja, akan saya berikan setelah pertandingan," begitu ujaran bernada provokatif yang diterima oleh Materazzi.

Sedikit menyeberang ke dunia tepok bulu, tindakan provokatif juga pernah dilakukan oleh Mathias Boe beberapa waktu lalu. Pemain ganda putra Denmark merayakan kemenangan dengan bergoyangdi lapangan, seolah hendak mengejek pada penonton yang terlebih dahulu memprovokasinya dengan perkataan yang menurut Boe kurang pantas, termasuk lewat media sosial sebelum pertandingan berlangsung. Namun, tak ada hukuman yang diberikan oleh federasi bulu tangkis dunia dari aksi Boe, kecuali gempuran komentar pedas dari para netizenasal Indonesia di akun media sosial milik Christian Boe.

Definisi "provokasi" menurut KBBI
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan "provokasi" (pro-vo-ka-si) sebagai berikut: perbuatan untuk membangkitkan kemarahan; tindakan menghasut; penghasutan; pancingan. Sementara, orang yang terkena provokasi itu diartikan: terpancing atau terpengaruh untuk melakukan perbuatan negatif. Jadi, tujuan dan maksud dari aksi provokasi sebenarnya sudah jelas, yakni agar orang yang "digoda" oleh aksi provokasi itu akan melakukanperbuatan negatif. 

Tindakan provokatif bisa berupa perkataan yang menusuk hati, gesture yang dapat dianggap menantang, menghina, mengejek, atau merendahkan orang lain, siulan tertentu (seperti menirukan suara binatang), atau pelanggaran (kontak fisik) yang berniat mencederai lawan.

Dalam olahraga, khususnya sepak bola, tindakan provokasi biasanya dilakukan untuk memancing reaksi dari pemain lawan, lalu membuat lawannya melakukan tindakan negatif atau tindakan yang bisa dicap bodoh. Harapan minimalnya, aksi provokasi itu dapat merusak konsentrasi pemain lawan, membuatnya diacungi kartu kuning, dan harapan terbesarnya, mendapat kartu merah. Hukuman diberikan bisa karena aksi balasan (seperti balas menendang, menyikut, mendorong, atau memukul), mengucapkan makian (misuh-misuh), atau malah memprovokasi wasit, yang lantas berbuah hukuman kartu merah.

Namun, aksi provokasi yang dapat merusak konsentrasi permainan juga tak dapat diabaikan, karena bisa berdampak signifikan terhadap permainan sebuah tim. Jika yang diprovokasi seorang playmaker misalnya, diharapkan pemain ini tak lagi bisa konsentrasi bermain, sehingga tugasnya mengatur ritmen permainan dan membagi bola tak dapat dilakukan dengan maksimal.

Sudah bukan rahasia lagi, bahwa seorang atlet yang bertanding dalam kondisi emosi tak stabil, permainannya cenderung kacau, ngawur, hingga bermain kasar, yang dapat berimbas pada kekalahan tim yang dibelanya. Seorang pemain bahkan bisa mendapatkan larangan bertanding akibat hukuman dari komisi disiplin, yang tentu saja akan merugikan timnya.

Aksi provokasi jelas dapat mengubah hasil pertandingan, jika tak bisa ditangani dengan baik. Pilihan untuk membalas setimpal, atau membalas dengan lebih "jahat" lagi tentu bukanlah tindakan bijaksana. Sebaliknya, ketika seorang pemain memilih untuk mengabaikan, membalas dengan senyuman, membalas dengan permainan ciamik, atau (jika memungkinkan) mengampuni pelakunya dapat menjadi tindakan yang cerdas karena aksi provokasi terbukti tak mempan bagi dirinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun