Mohon tunggu...
Wido Cepaka Warih
Wido Cepaka Warih Mohon Tunggu... Lainnya - Urip iku urup

Suka bertualang, pembelajar, pernah menjadi tenaga pendidik di pelosok dan pendamping pulau-pulau terluar, pemerhati masyarakat, isu sosial, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pesan dan Singgah

3 Februari 2017   11:19 Diperbarui: 3 Februari 2017   11:32 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di kala senja mulai beranjak dengan malu-malu, burung-burung pun terbang ke peraduannya. Setetes keringat yang membasahi wajah. Dan ingatan akan tatapan masa kita pernah bertemu yang semakin jelas. Di kala itu, duduk termangu sambil menyeruput secangkir cokelat panas di tepi sungai nun jauh di sana didampingi dengan jingga matahari terbenam. Sungguh indah, damai dan syahdu suasana saat itu. Teringat kerinduan akan seseorang dan pesan di balik kerinduan yang semakin melekat di hati.

Tak kau hiraukan panggilan demi panggilan yang terus mengusikmu dari seberang sana. Seakan timbul tenggelam samar dan tidak terlihat. Apakah ini nyata atau hanya ilusi mata dan pikiran semata? Coba kau tanyakan dari hati yang paling dalam. Jujurlah pada dirimu sendiri untuk mengerti pesan-pesan kedamaian dari seseorang tersebut. Cukup sulit memahami arti semua perjalanan yang telah terlewati. Pertemuan memang menghasilkan sesuatu. Setiap ada pertemuan dimulai juga adanya suatu perpisahan yang kadang tidak ingin kita lewati.

Tapi yakinlah bahwa persinggahan itu ada, termasuk persinggahan hati. Di mana masa singgah menentukan arah ke depan untuk sebuah impian yang besar. Semakin merenungi apalah arti semua ini, atau hanya sekadar retorika yang memang tidak perlu dijawab dan ditelusuri. Bagai menelusuri satu buah jarum di setumpukan jerami. Ya memang cukup sulit, tapi tidak ada yang tidak mungkin bukan, jika kita tidak pernah mencobanya.

Hanya senja jingga nan merah yang selalu menemani perasaan ini. Perasaan yang khawatir dan ketakutan akan ketidakpastian. Sangat aneh kadang diri ini tidak menyadarinya kapan rasa itu datang. Rasa yang datang dan silih berganti menjadi tingkatan demi tingkatan.

Dalam tatapan penuh harap seakan melihat seseorang di sana yang mengharapkan pesan ini tersampaikan. Ku akui memang cukup sulit untuk membaca pesanmu kali ini. Semakin mencoba untuk mengerti, semakin menjadi dan meningkat pula rasa yang terus datang tiap waktu dalam setiap detakan jantung dan nadi.

Ombak pun berdesir seakan mengejek manusia yang duduk di depannya. Seakan memberitahukan bahwasanya batu karang yang keras pun akhirnya dapat berlubang dan pecah oleh ombak yang silih datang berganti secara terus menerus tanpa mengenal kata lelah. Ombak yang menghapus tulisan-tulisan bisu di pasir pantai seakan terlalu cengeng untuk menamainya. Ombak di kala senja yang semakin hilang seakan menyampaikan pesan balasanmu lagi yang entah kapan harus memulai mengerti.

Burung-burung pun bernyanyi, sang katak menyambut dengan tawanya. Diri yang mulai menertawakan kekonyolannya, sampai kapan akan terus begini untuk terus bimbang dan ragu. Mulailah melangkah menetapkan tujuan demi impian-impian yang sempat tertuliskan di atas kertas lusuh itu.

Masih ingatkah kau dengan impian-impian itu, atau bahkan sudah melupakannya. Padahal dari tulisan sederhana di kertas lusuh yang sempat hilang itu diri ini berdiri di sini, di atas pijakan mimpi yang terus membanjiri. Seolah kau sudah tersadar dari lamunanmu, beranjak pergi meninggalkan sang malam yang siap untuk menyambut dinginnya udara pantai kali ini.

Selamat tinggal lamunan dan pesan kebimbangan yang membuatku ragu. Siap melangkah lebih pasti untuk meraihnya demi impian yang lama tertunda. Kelak esok nanti di kala sang mentari tersenyum kembali kita dapat berjumpa di lain waktu bersama melihat ufuk terbit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun