Mohon tunggu...
Widz Stoops
Widz Stoops Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Penulis buku “Warisan dalam Kamar Pendaringan”, Animal Lover.

Smile! It increases your face value.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Room 8" Kucing dalam Sejarah Seni dan Literasi

14 September 2021   05:20 Diperbarui: 14 September 2021   07:03 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kucing memang dikenal sebagai salah satu binatang yang mempunyai kebiasaan (creature of habit). Saat menulis ini pikiranku melayang ke masa saat masih kecil dulu.

Gerombolan kucing jalanan berjumlah sekitar dua puluhan lebih mengunjungi rumah nenekku. Beliau selalu menyediakan nasi dicampur rata dengan ikan yang tersaji di atas sebuah tampah besar.

Kucing- kucing liar tersebut dengan lahap menyantap makanan yang disediakan nenek hingga ludes. Selesai makan, mereka terlihat sibuk membersihkan tangan, mulut dan mukanya. Lalu, satu persatu pergi meninggalkan rumah.

Kejadian itu terus berulang. Dua kali setiap hari. Jam sembilan pagi dan jam lima sore.

Hingga suatu hari dipertengahan tahun 1979,  rutinitas tersebut terhenti. Nenekku meninggal dunia. Tepat dihari kepulangannya, gerombolan kucing liar itu datang seolah ikut berduka. Sesaat mereka berkumpul dekat jenazah nenekku. Kemudian satu persatu pergi menjauh.

Setelah kepergian nenek, keluargaku tak pernah lagi melihat mereka datang bertandang. Kucing-kucing itu seolah lenyap dalam duka. Aneh tapi nyata.

Tiga puluh dua tahun sebelumnya, tahun 1947 tepatnya. Seekor kucing terlahir di belahan dunia lain. Kucing kurus tak bertuan ini mencari makan dari satu tempat ke tempat lain.

Tahun 1952, saat usianya genap lima tahun, dalam perjalanannya mencari makan di daerah sekitarnya, ia berhenti pada sebuah gedung Sekolah Dasar Elysian Heights di Echo Park, California. Binatang berkaki empat yang kurus ini perlahan menelusuri ruangan demi ruangan kelas di sekolah itu.

Sumber foto : John Malmin, Los Angeles Times 14/9/1964
Sumber foto : John Malmin, Los Angeles Times 14/9/1964

Saat ia menginjak ruangan 8 di mana anak-anak kelas 6 belajar, tiba-tiba  bel jam istirahat berbunyi. Anak-anakpun sibuk mengeluarkan bekal makanan yang mereka bawa dari rumah. Kucing kurus itu berhenti di ruangan tersebut berharap mendapatkan sisa-sisa bekal makanan mereka.

Harapannya terkabul. Beberapa anak di ruangan 8 tidak tega melihat kehadiran kucing jalanan yang kurus dan melemparkan sisa makanan untuknya.

Setelah jam istirahat berakhir. Pelajaran kembali dimulai. Kucing kurus itu tidak beranjak pergi, melainkan tetap diam di kelas hingga pelajaran usai. Begitu dan terus begitu. Setiap hari.

Dimusim panas, saat liburan sekolah tiba, kucing jalanan inipun ikut berlibur. Dengan kata lain, ia tidak terlihat mengunjungi sekolah hingga anak-anak selesai liburan dan sekolah kembali dimulai, barulah kucing jalanan tersebut terlihat mendatangi sekolah dan memasuki kelas favoritnya, ruangan 8.

Rutinitas kucing jalanan ini menarik perhatian pihak sekolah dan kemudian  menjadikannya sebagai "Mascot" sekolah itu. Mereka bahkan menyediakan anggaran khusus untuk membeli makanan kucing.

Pihak sekolah juga  menunjuk seorang anak sebagai "Official Cat Feeder" atau petugas resmi bertugas memberi makan kucing jalanan itu. Jabatan tersebut menjadi sebuah jabatan penting dan diidam-idamkan oleh anak-anak di Sekolah Dasar Elysian Heights.

Room 8 bersama guru-guru dan murid-murid. Sumber: thegreatcat.org
Room 8 bersama guru-guru dan murid-murid. Sumber: thegreatcat.org
Meski Kucing kurus yang lambat laun menjadi gembil tersebut mulai mengunjungi ruangan lainnya di sekolah itu, namun pihak sekolah memutuskan untuk memberinya  nama  "Room 8"

Disamping memilih untuk mengadopsi sekolah itu, "Room 8" juga telah mengadopsi keluarga Nakano, sebagai tempatnya menghabiskan waktu usai sekolah atau saat liburan sekolah.

Cerita tentang "Room 8" terus merambah ke seluruh pelosok negeri. Tahun 1962 Look Magazine meluncurkan tiga halaman artikel dengan judul Room 8: The School Cat. "Room 8" juga masuk dalam fitur sebuah acara TV dokumenter, Big Cat, Little Cat.

Tahun 1966, Virginia Finley dan Beverly Mason memublis bukunya yang berjudul A Cat Called Room 8. Sepanjang hidupnya "Room 8" telah menerima sekitar 10.000 surat dari fansnya.

"Room 8" menghembuskan nafasnya yang terakhir pada tanggal 13 Agustus 1968 saat sedang menghadiri "Summer School". Ia berusia 21 tahun.Sangat tua untuk ukuran seekor kucing.

Para pencinta kucing di pelosok negeripun dirundung duka. Terutama anak-anak di Sekolah Dasar Elysian Heights. Mereka menggalang dana untuk memberikan tempat penguburan yang layak bagi "Room 8".

Baca juga : Para Polydactyl di Balik Kesuksesan Earnest Hemingway.

Batu nisan Room 8. Sumber : Thegreatcat.org
Batu nisan Room 8. Sumber : Thegreatcat.org
Dana yang terkumpul ternyata tidak hanya memadai untuk sekedar penguburan layak tapi juga tempat peristirahatan bergengsi, The Los Angeles Pet Memorial Park, tempat di mana para selebritis menguburkan binatang kesayangan mereka.

Dana tersebut bahkan juga cukup untuk membiayai batu nisan yang bagus dan terbesar di pemakaman binatang peliharaan para selebritis itu.

Untuk mengenangnya Pihak Sekolah Dasar Elysian Heights membuat lukisan mural "Room 8" pada dinding luar sekolah dan foto-foto “Room 8” bersama anak-anak di sekolah itu terpampang di  sepanjang lorong sekolah tersebut.

Pada tahun 1972, The Room 8 Memorial Cat Foundation didirikan oleh seorang wanita pecinta kucing di Pasadena, California. Yayasan non-profit ini menyediakan tempat penampungan kucing-kucing  yang terlantar.

"Room 8" kini telah berbaring dengan damai diantara para kucing-kucing milik selebriti. Ironisnya, kucing jalanan itu memiliki nisan yang paling terbesar dan makamnya menjadi tempat yang justru paling banyak dikunjungi ketimbang makam peliharaan milik selebriti Hollywood lainnya di sana.

Sumber : Thegreatcat.org

Widz Stoops, PC - USA 9.13.2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun