Di tengah arus globalisasi yang terus mengalir, komunikasi antar budaya menjadi semakin penting. Sebagai mahasiswa rantau yang berasal dari Bogor dan kini menempuh pendidikan di Yogyakarta, saya merasakan langsung tantangan dan keindahan dalam menjalin komunikasi dengan individu dari latar belakang yang berbeda. Dalam artikel ini, saya akan membahas keterkaitan antara komunikasi internasional, antar etnis, dan antar ras dengan komunikasi antar budaya, serta berbagi pengalaman pribadi yang memperkaya pemahaman saya tentang hal ini.
Keterkaitan Komunikasi Antar Budaya memeliki 3 konsep yaitu,Komunikasi Internasional, komunikasi antar etnis dan antar ras.
Komunikasi internasional mencakup interaksi antara negara-negara, di mana pertukaran informasi dan ide-ide dari berbagai budaya menjadi sangat penting. Dalam konteks ini, pemahaman tentang budaya lain dapat memperlancar proses komunikasi dan mengurangi potensi konflik. Misalnya, saat mahasiswa dari berbagai daerah berkumpul di Yogyakarta, mereka membawa perspektif dan cara berkomunikasi yang berbeda-beda.
Sementara itu, komunikasi antar etnis terjadi di antara kelompok-kelompok dengan latar belakang etnis yang berbeda. Di Indonesia yang kaya akan keragaman etnis, interaksi antar etnis sangat penting untuk membangun kerukunan. Dalam pengalaman saya di Yogyakarta, saya bertemu dengan teman-teman dari berbagai daerah seperti Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Setiap daerah memiliki cara berbicara dan kebiasaan masing-masing yang membuat interaksi menjadi menarik.
Komunikasi antar ras juga penting, terutama dalam konteks keberagaman di kampus. Saya menyadari bahwa kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik antar ras sangat penting untuk mengurangi prasangka dan diskriminasi.
 Dalam Komunikasi Antar Budaya biasanya  memiliki 3 hambatas seperti stereotipe, prasangka dan etnosentrisme.
Stereotipe adalah generalisasi yang tidak adil tentang kelompok tertentu. Misalnya, ada anggapan bahwa orang dari Bogor lebih keras dalam berbicara atau lebih tertutup. Ketika saya bertemu teman-teman baru, saya merasakan bagaimana stereotipe ini dapat menciptakan jarak antara kami.
Prasangka muncul dari penilaian negatif terhadap orang lain sebelum mereka dikenal. Saya pernah merasakan hal ini ketika beberapa teman baru saya menganggap saya sebagai "orang kampung" hanya karena latar belakang saya. Hal ini membuat saya merasa canggung dan terasing.
Sedangkan, Etnosentrisme adalah sikap bahwa budaya sendiri lebih superior dibandingkan dengan budaya lain. Saya menyadari bahwa sikap ini dapat menghambat pemahaman saya tentang orang lain. Namun, saya belajar untuk tidak terjebak dalam stereotipe dan prasangka tersebut.
Ketiga hambatan ini menciptakan kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat dan saling menghormati antar individu dari latar belakang budaya yang berbeda.
Ketika bertemu dengan orang baru dalam konteks komunikasi antar budaya, ada beberapa langkah yang bisa diambil:
1. Membangun Rasa Saling Menghormati: Saya belajar untuk lebih banyak mendengarkan daripada berbicara dan mencoba memahami cara orang lain berkomunikasi tanpa menghakimi.
2. Mengetahui Perbedaan Budaya: Sebelum berinteraksi lebih jauh, saya mencari tahu tentang nilai-nilai dan kebiasaan orang Jogja. Ini membantu saya memahami bahwa cara mereka berbicara yang lebih lembut bertujuan untuk menjaga keharmonisan.
3. Tetap Terbuka dan Fleksibel: Saya menyadari bahwa dalam komunikasi antar budaya, kita tidak dapat memaksakan budaya kita sendiri untuk diterima secara otomatis. Saya harus beradaptasi tanpa kehilangan identitas diri.
Pengalaman Berkesan di Yogyakarta:
Salah satu pengalaman paling berkesan bagi saya adalah ketika mengikuti kegiatan di kampus yang melibatkan banyak mahasiswa dari berbagai daerah. Saat itu, kami melakukan diskusi kelompok mengenai proyek bersama. Saya yang berasal dari Bogor memiliki cara berbicara yang lebih cepat dan tegas, sementara teman-teman dari Jawa cenderung berbicara lebih pelan dan lembut.
Awalnya, saya merasa kesulitan untuk beradaptasi dengan gaya komunikasi mereka. Namun, seiring berjalannya waktu, saya mulai memahami bahwa setiap orang memiliki cara unik dalam mengekspresikan diri. Dengan membuka diri untuk mendengarkan dan menghargai perbedaan tersebut, saya berhasil menjalin hubungan baik dengan teman-teman baru. Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa komunikasi antar budaya bukan hanya sekadar berbagi kata-kata; ia juga melibatkan pengertian mendalam tentang nilai-nilai dan norma-norma yang berbeda-beda di antara kita semua.
Urgensi Mata Kuliah Komunikasi Antar Budaya bagi Jurnalis:
Sebagai calon jurnalis, pemahaman tentang komunikasi antar budaya sangat penting bagi profesi saya di masa depan. Dalam dunia jurnalistik, kita akan bertemu dengan berbagai individu dari latar belakang berbeda---baik narasumber maupun pembaca berita kita.
Mata kuliah komunikasi antar budaya memberikan dasar yang kuat tentang bagaimana cara berinteraksi dengan empati dan menghargai perbedaan. Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif akan memperkaya laporan berita kita dan membantu menjembatani pemahaman di antara masyarakat.
Dengan memahami komunikasi antar budaya, seorang jurnalis dapat menyajikan berita dengan cara yang lebih inklusif dan akurat serta membantu membangun masyarakat yang lebih harmonis.
Widi Widjayanto
2310901052
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H