Saya pribadi pernah kepincut barang BM yang banyak dijual di Batam waktu saya mengunjungi kota itu beberapa waktu lalu. Bayangkan saja, handphone dengan harga normal Rp4,5 juta dijual dengan harga Rp2 juta saja, bahkan bisa kurang. Harga segitu saya rasa masih mendingan dibanding harga-harga yang ditawarkan toko BM online yang biasanya hanya berkisar Rp 500 -- Rp 1 juta saja. Tentu saja itu penipuan. Tidak mungkin penjual mematok harga sedemikian rendahnya untuk sebuah unit handphone yang 'katanya' normal. Sangat tidak masuk akal.
Waktu saya main ke tempat dijualnya barang BM, pembelinya banyak banget! Tokonya penuh sesak, bahkan pengunjung sampai ada yang mengantre. Umumnya, mereka membeli lebih dari satu unit, entah untuk sanak saudaranya, dipakai sendiri, atau dijual lagi. Selain itu, penawaran free aksesoris seperti soft case, monopod, dan masih banyak lagi menambah daya tarik pemasaran produk BM di Batam.
Dari 2 poin terakhir yang saya sebutkan, tentu bisa ditarik kesimpulan bahwa barang BM memiliki pangsa pasar yang luar biasa dengan peminat yang luar biasa pula. Namun, imbasnya tak hanya pada pemerintah dan pembeli yang kebetulan apes dapat barang jelek, namun juga bagi oknum-oknum nakal yang memanfaatkan nama Black Market Batam untuk menipu banyak orang dengan broadcast message menggiurkannya. So, bagaimana menurutmu? Akankah tindakan pemblokiran oleh pemerintah ini bakal jadi akhir dari kejayaan Black Market?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H