"life is Iike a cup of tea, it's all in how you make it"
Mendung bergelayut manja di ufuk langit, sesekali memercikkan rintik gerimis yang membuat kaca kantor sedikit berembun. Dinginnya AC berpadu dengan dinginnya cuaca di luar membuat saya ingin menyeruput segelas teh hangat yang nikmat. Rasa-rasanya teh hangat memang menjadi pilihan yang tepat untuk sedikit mengusir hawa dingin yang mengepung tubuh.
Berita perusahaan teh celup Sariwangi yang dinyatakan pailit tadi siang cukup mengejutkan bagi saya. Bagaimana tidak, semua orang tahu bahwa Sariwangi bisa dibilang merk teh celup yang mempelopori lahirnya inovasi teh celup di Indonesia. Kabarnya, hutang menahun menjadi penyebab status pailit disandang oleh perusahaan yang mulai memperkenalkan produk teh dalam kantong sejak tahun 1970an ini.
Dilansir dari CNNIndonesia, status pailit ini didapat setelah Pengadilan Jakarta Pusat mengabulkan pembatalan homologasi atau perjanjian perdamaian antara PT Bank ICBC Indonesia dengan PT Sariwangi Agricultural Estate Agency dan Maskapan Perkebunan Indorub Sumber Wadung.
Saya sendiri sebenarnya lebih menyukai produk teh kasar, atau dalam bahasa jawab biasa disebut teh kepyur, ketimbang teh celup. Bukan apa-apa, hanya perihal selera. Tapi, Sariwangi sangat akrab dengan kehidupan saya. Ibu saya suka Sariwangi. Bentuknya yang berkantong bisa dibilang lebih praktis untuk diseduh daripada teh kepyur yang ampasnya sering kali menyebar. Maka dari itu, Sariwangi hampir selalu ada di dapur rumah saya.
Sedikit menoleh dari masa kejayaan Sariwangi, awalnya produk teh ini diperkenalkan dengan nama Teh Celup pada tahun 1972, namun pada 1973, merk dagang Sariwangi resmi diperkenalkan kepada publik. Lama sekali ya. Saat itu mungkin ibu saya baru berusia 2 tahun.
Terhitung hingga sekarang, berarti Sariwangi telah berumur hampir setengah abad. Bukan waktu yang sebentar untuk mempertahankan perusahaan dengan banyaknya persaingan produk yang sejenis. Merk teh celup pun telah banyak bermunculan. Namun, sepertinya nama Sariwangi yang akan pertama terpikir saat seseorang menyebut kata teh celup.
Teh memang menjadi salah satu minuman yang populer di Indonesia. Umunya, teh dinikmati saat bersantai bersama keluarga, sebagai minuman untuk menyuguhi tamu, hingga teman menikmati sepotong pisang goreng di pagi hari. Tak hanya teh celup dan teh kepyur, banyak varian teh dari negara lain yang populer di dunia, seperti :
1. Teh hitam
Jenis teh ini memiliki rasa yang kuat dan pekat. Manfaat utama dari teh ini adalah untuk menurunkan kolesterol jahat, menyehatkan jantung, dan melancarkan sistem pencernaan. Biasanya teh ini berasal dari  beberapa wilayah di India seperti Assam, Darjeeling, dan Nilgiri. Selain itu, teh hitam dari China juga tak kalah nikmat untuk dicoba.
2. Teh hijau
Tentu kamu sudah tidak asing lagi dengan teh jenis ini. Teh hijau merupakan teh yang tetap mempertahankan warna aslinya meski telah melalui berbagai tahap pemrosesan. Teh hijau terbaik biasanya berasal dari negara Jepang dan China. Teh hijau asal China memiliki rasa citrus dan warnanya lebih kuning pucat, sementara teh hijau Jepang memiliki warna yang benar-benar hijau. Teh ini merupakan teh yang paling sering digunakan sebagai senjata untuk melancarkan program diet.
3. Teh oolong
Teh jenis ini memikiki aroma dan rasa yang khas. Kandungan kafeinnya lebih sedikit dari teh hitam, namun lebih banyak dari teh hijau. Perihal rasa, bisa  dibilang teh ini memiliki rasa sedang yang tidak terlalu kuat dan tidak terlalu ringan. Biasanya, teh ini dianggap lebih ampuh untuk meluruhkan lemak-lemak jahat selepas makan berat, sehingga meskipun menyantap banyak makanan, perut tidak akan kembung jika mengonsumsi teh ini.
4. Teh putih
China, Taiwan, India, Thailand, dan Nepal merupakan beberapa negara yang mengembangkan teh jenis ini. Teh putih memiliki warna putih keperakan dari rambut tunas teh yang masih tertutup, sementara seduhannya akan berwana kuning pucat. Aroma dari teh ini sangat menyegarkan. Mirip dengan aroma bunga atau bambu. Teh ini masih cukup jarang ya di Indonesia.
5. Teh pu-erh
Teh pu-erh merupakan teh yang berasal dari kota pu-erh di provinsi Yunnan, China. Yang unik dari teh ini adalah metode fermentasinya. Selama proses fermentasi, daun teh terpapar mikroflora dan bakteri fermentasi layaknya pembuatan wine atau yoghurt. Proses penyimpanannya juga terbilang lama. Semakin lama teh disimpan, semakin berharga nilainya. Benar-benar mirip wine ya.
Selama hampir 50 tahun perjalanannya, Sariwangi telah menemani terciptanya berbagai momen dari penikmatnya. Saya jadi teringat pabrik jamu Nyonya Meneer yang kebetulan berada di daerah dekat kampus saya. Pabrik jamu raksasa itu kini bagaimana nasibnya? Dinyatakan pailit juga, dengan utang sebagai alasannya.
Kejayaan memang ada masa kadaluwarsanya. Saya malah terpikir, bagaimana nasib para karyawannya? Memang, pailit itu belum benar-benar tutup, namun dengan status ini saja sudah banyak karyawan yang demo karena gajinya belum dibayarkan selama berbulan-bulan. Saya melihat sendiri setiap pulang kuliah.
Bagaimanapun, perusahaan-perusahaan yang terancam kehilangan kejayaannya itu telah memberikan banyak penghidupan bagi karyawannya. Pada pabrik jamu Nyonya Meneer misalnya, mayoritas karyawannya adalah ibu-ibu rumah tangga. Saya bisa tebak mereka sudah bekerja disana dari masih gadis hingga telah berkeluarga. Artinya, pabrik yang kini telah dinyatakan pailit tersebut telah menjadi tumpuan, sumber pemasukan, dan saksi perjalanan hidup. Terlepas dari kekurangannya yang belum bisa memberikan gaji tepat waktu pada masa-masa sulitnya, pabrik-pabrik tersebut telah memenuhi hak karyawannya setiap bulan, hingga para buruh tak hanya menjadi pengangguran yang kesulitan memenuhi kebutuhan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI