Kasus pelecehan seksual masih menjadi kasus yang meresahkan bagi masyarakat khususnya
perempuan, bahkan berdasarkan data komnas perempuan terdapat 3.014 laporan kasus kekerasan
pada perempuan selama 2022 diantaranya, 860 kasus kekerasan seksual diranah publik, dan 899
diantaranya kasus diranah personal. Hal ini menjadi gambaran bahwa negara kita masih dalam
kategori tidak aman untuk perempuan, melekatnya budaya patriarki yang kerap menjadikan
korban sebagai tuduhan atau victim blaming membuat pelaku pelecehan seksual menganggap
enteng dan tidak takut terhadap hukum negara, selain itu masih adanya oknum ditengah
masyarakat yang menganggap bahwa "pakaian" yang wanita gunakan menjadi faktor utama
mengapa terjadinya tindak kekerasan seksual.
Lalu bagaimana peran hukum dalam menanggapi hal ini?
Sejauh yang diketahui hukum sudah dibuat sebaik-baiknya agar pelaku pelecehan seksual
mendapat efek jera, contohnya terdapat pada ;
Pasal 289 KUHP, yang berbunyi: "Barangsiapa dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan
dilakukannya perbuatan cabul, dihukum karena melakukan perbuatan yang
menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana selama-selamanya
sembilan tahun."
Kemudian Menurut Pasal 4 Ayat (1) UU TPKS, terdapat 9 jenis tindak pidana kekerasan seksual,
meliput ; pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan
sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik. Setiap jenis tindak pidana kekerasan seksual telah
diatur rincian hukuman pidananya, termasuk sanksi denda terhadap pelaku.
Namun kembali lagi pada masyarakat yang harus lebih saling menjaga dan merangkul korbankorban pelecehan seksual kemudian tidak menjadikan nya malu untuk bersuara terhadap
pelecehan yang sudah dilakukan terhadap korban, sebab faktor yang membuat korban
kebanyakan tidak berani melapor terhadap keluarga maupun pihak berwajib, karena tidak adanya
dukungan secara mental, kurang dekatnya hubungan korban dengan keluarga, ketidakpekaan
orang terdekat terhadap korban, lalu adanya stigma negatif terhadap korban pelecehan seksual
berupa anggapan bahwa "laki-laki tidak akan tergoda jika tidak digoda".
Anggapan seperti itu haruslah dihapuskan ditengah-tengah masyarakat dan mengubah stigma
masyarakat bahwa "PELECEHAN SEKSUAL DAPAT TERJADI PADA SIAPAPUN, BAIK
LAKI-LAKI MAUPUN PEREMPUAN, DAN DAPAT TERJADI DIMANAPUN TIDAK
PEDULI PAKAIAN YANG KAMU GUNAKAN"
Sosialisasi tentang hukuman dan ancaman bagi pelaku pelecehan seksual serta dukungan
psikologis yang diberikan pada korban seksual perlu ditingkatkan dinegara kita, dengan tujuan
agar siapapun menjadi takut dan enggan untuk melakukan pelecehan, kemudian agar korban
tidak lagi ketakutan untuk melapor dan membela HAK nya sebagai manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H