Pukul lima sore, saatnya kembali. Kembali? Entahlah aku kembali ke mana. Sambil membawa secerca harapan yang hampir yang hampir sirna, aku kembali ke bantaran sungai. Sambil berharap ada yang memiliki hobi dan sukarela memberi harga murah untuk kost yang akan kutinggali.
Delapan belas tahun. Aku kira sudah cukup untuk cari kerja di Metropolitan. Sebuah kota yang katanya megah nan mudah untuk mencari pekerjaan. "Katanya" , sesampainya di sana mengapa yang aku lihat hanya kebusukannya saja. Harapan yang semula bersinar terasng perlahan mulai meredup. Sudah hampir ratusan perusahaan yang kuhampiri.Â
Namun mereka hanya mengatakan aku kurang berpengalaman. Iya "pengalaman" membohongi orang maksudnya. Mengapa tidak? Jika ingin cepat laku ya berbuat demikianlah kata "mereka" , memang sulit memahami cara pandang orang lain.
"Eh doni, sudah malam nih, aku ada kost yang kosong satu. Aku murahin deh" , teriak Nana dari kejauhan.Â
Ya ampun perempuan itu membuatku terkejut saja,
 "ya" , ucapku sambil membawa tas.
. Malam itu sangat puas dan bahagia. Entahlah malam itu berlalu begitu saja, yang terpenting aku dapat tidur dengan nyenyak.Â
Mataharti mulai hadir kembali. Ah sentuhan hangatnya. Sudah lama aku tak dapat merasakan hal itu. Empat tahun merupakan waktu yang cukup untuk membuatku lupa kasih sayang seorang ibu. Hadeh pemikiran ini lagi. Mengapa selalu muncul kembali dalam benak pikiran ini yang mengacau keseharianku saja. Aku harus bisa banyak menjalani kegiatan supaya bisa melupakan pemikirang yang tidak mengenakan ini.Â
"Bangun Doni, sapa Nana pelan. Botol miras, rokok, kartu ada di mana-mana berserakan di kamar kostku ini. Entah apa yang terjadi semalam.Â
"Ya" sahutku.
 "Ini ada nasi uduk" sahut Nana kembali.Â