Baru terungkapnya kasus vaksin palsu setelah konon beroperasi selama 13 tahun, jelas merupakan pukulan telak bagi masyarakat. Kok bisa? Jadi selama ini, bagi yang punya anak balita, anaknya menerima vaksin asli atau palsu di tubuhnya?
Benar-benar memuakkan, saya dan istri saya yang saat ini memiliki dua orang anak, usia 6 dan 1 tahun, jelas dilanda kecemasan dan was-was. Sudah sepatutnya kami marah, dan wajar bila masyarakat memaki.
Tujuan vaksinasi pada bayi adalah supaya si anak kebal terhadap ancaman penyakit-penyakit berbahaya. Kami bahkan rela mengeluarkan biaya lebih demi vaksinasi tertentu yang mahal harganya di rumah sakit yang dianggap terpercaya. Itu semua demi masa depan bayi-bayi yang tak berdosa itu.
Hanya saja, pernyataan-pernyataan dari wakil Kementerian Kesehatan dalam dialog di Kompas TV, Jumat, 24 Juli 2016 malam, seolah tidak menentramkan. Saya tidak sempat tahu nama ibu narasumber itu, tapi seolah beliau hanya menjamin pengawasan dan keaslian vaksin yang disediakan pemerintah secara gratis di fasilitas kesehatan milik pemerintah macam Puskesmas. Halah! Lha wong kata polisi penyebaran vaksin palsu terendus juga di puskesmas yang milik pemerintah kok.
Sama sekali saya tidak mendapat pencerahan tentang bagaimana nasib anak-anak yang telah diimunisasi di rumah sakit swasta, yang telah membayar dengan harga yang tidak murah. Dalam ragam dialog dan pemberitaan tentang kasus vaksin palsu ini, kerap pula masyarakat diharap berhati-hati disertai penyampaian tentang bagaimana membedakan vaksin asli atau palsu.
Heloooowww.... masyarakat tidak butuh itu. Memangnya kami yang beli vaksin di apotik lalu menyiapkannya dalam suntikan?? No! Itu tugasnya petugas kesehatan dan diawasi oleh dokter. Kami sebagai pasien ya tahunya asli, bentuk botol vaksin saja rata-rata masyarakat tidak tahu.
Jadi kalau sampai vaksin yang disiapkan oleh tenaga medis palsu, ya itu salah mereka. Masyarakat berhak menuntut. Ini masalah nyawa kok dimain-mainkan.
Kami tidak butuh tahu bagaimana membedakan botol vaksin asli atau palsu, yang kami tahu seluruh rumah sakit, klinik dan puskesmas yang resmi pasti sudah menerapkan prosedur yang standar. Pengawasan dari Kementerian atau Dinas Kesehatan semestinya sudah jalan dengan benar.
Nah, berkaitan dengan kasus vaksin palsu ini, sudah sangat jelas bahwa perbuatan biadab ini mengancam nyawa jutaan generasi penerus. Hukuman seberat-beratnya pantas diterima oleh para pelaku dan oknum di rumah sakit, klinik atau puskesmas yang ikut bermain. Ini jelas bukan pidana biasa dan remeh temeh.
Maka, mohon media terus mengawasi proses hukum kasus ini, jangan sampai terlupakan. Pun, KPK mohon ikut mengawal dan memelototi jangan sampai ada aparat pengadil yang bermain-main macam kasus Bang Ipul tempo hari.
Sekian