Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Media Sosial: Penyaluran Kangen Hingga Info Klinik

20 Oktober 2010   14:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:15 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

[caption id="attachment_296950" align="alignleft" width="300" caption="community.eventmagazine.co.uk"][/caption] Ibu saya di kampung suatu hari menelpon. "Aduh... cucuku ternyata wis gede ya? Gemes banget tadi lihat fotonya di fesbuk adikmu..." Jarak ratusan kilo meter, beda kota dan beda provinsi, tentu membuat orang tua saya jarang bisa ketemu dengan anak cucunya. Lewat telpon saja pastinya belum cukup mengobati kangen. Lalu tiba-tiba hadir media sosial macam facebook yang bisa menjadi jembatan penyaluran rasa kangen. Meski tidak punya akun facebook, orang tua saya bisa melihat foto-foto terbaru cucunya yang saya upload lewat facebook yang terhubung dengan akun milik adik saya. Karena jarak pula seorang kawan melalui SMS-nya meminta ijin saya untuk menyampaikan undangan pernikahannya via facebook saja. Ia cukup men-scan undangannya, meng-upload serta memberi tag atau tanda nama-nama temannya yang akan diundang. Facebook rupanya tangguh dalam menjaga silaturahmi. Beberapa hari lalu, di hari ulang tahun saya yang ke-31, dinding facebook saya dipenuhi ucapan selamat dan doa-doa yang membuat saya terharu. Seumur-umur, paling banter mungkin tak lebih dari sepuluh orang yang ingat dan mengucapkan selamat saat saya ulang tahun. Eh lha kok ini hampir seratusan orang berdoa untuk saya supaya panjang umur, sehat dan sukses. Kalau begitu semoga panjang umur juga buat facebook. Berawal dari ikut-ikutan tren, demikian pendapat Hanifa tentang alasan ia gabung di facebook. Namun, setelah itu banyak manfaat yang ia dapatkan. "Facebook bisa nyambungin silaturahmi dengan teman yang udah lama terputus karena jarak dan waktu. Aku juga dapat banyak informasi dari facebook, dari status yang di-upload, contohnya berita-berita yang mungkin aku nggak sempat tahu dari tivi atau koran," tulisanya lewat pesan facebook menjawab pertanyaan saya. Lain lagi bagi Lidya. Ibu muda ini malah menjadikan facebook sebagai alat komunikasi kedua setelah ponsel. "Terkadang ada orang yang tidak bisa dihubungi lewat HP-nya, malah bisa dihubungi lewat facebook," katanya. Hadirnya facebook telah menjadi fenomena baru di tengah-tengah masyarakat kita. Meski di lain sisi seringkali dituding negatif akibat dampaknya. Namun, tak dipungkiri di era sekarang media sosial semacam ini adalah kebutuhan. Bagi pebisnis, facebook bisa digunakan sebagai sarana promosi yang ampuh. Nadia Damara, dari Bandung, mengakui bahwa produk martabak bolu miliknya makin dikenal setelah ia mengadakan kuis lewat facebook. Banyak tanggapan positif dan tentu saja pesanan setelahnya. "Peran facebook lebih baik dibandingkan kita pasang iklan di radio atau bikin brosur," tulisnya menanggapi pertanyaan penulis lewat massage facebook. Pasar yang potensial, membuat banyak pebisnis melirik media ini. Jika diperhatikan, kini mulai banyak toko-toko online yang menyerbu pengguna facebook. Eka, salah satu pengguna facebook, justru senang dengan fenomena ini. Baginya, toko-toko online itu semakin memudahkan berbelanja dan memiliki banyak pilihan yang jarang ditemui di toko biasa. Bicara media sosial, tentu bukan melulu facebook. Masih ada blog, twitter, youtube, koprol, foursquare dan sebagainya yang menawarkan keunggulan masing-masing. Menulis di blog, sebagaimana di Kompasiana ini, selain sebagai ajang berdiskusi dan berpendapat, rupanya juga bisa mempererat silaturahmi dengan teman-teman kita. Saya mengalaminya sendiri belum lama ini. Tiba-tiba teman lama yang sudah lama tidak saling bertemu dan saling kontak, hari itu menelpon saya. "Apa kabar? Aku baca tulisanmu di Kompasiana, trus gimana tuh kalau mau ikut komentar?" tanyanya. Tentu saja karena dia masih awam dengan blog maka saya anjurkan untuk mendaftar atau register dulu sebagai member. "Boleh nulis apa aja ya? Kalau curhat nggak jelas begitu boleh?" Begitulah rasa penasaran teman saya malah membawa kami akrab kembali, meski secara fisik kami tidak saling berhadapan. Ketika bagi sebagian orang blog masih terlalu "eksklusif" karena harus menulis panjang, hadirlah twitter. Cukup dengan 140 karakter orang bisa menyampaikan pendapatnya dan dibaca orang lain. Namun bagi saya twitter juga memiliki sifat "asosial"  karena terkadang komunikasi hanya bersifat satu arah. Twitter lebih banyak didominasi kalangan selebritis atau kalangan ngetop lainnya, yang bisa memiliki banyak followers atau pengikut. Seorang teman saya bahkan merasa tidak menemukan "kenikmatan" di twitter karena twit-twit yang ia lontarkan pada selebritis yang di-follow-nya tidak pernah direspons. Nah lho. Meski demikian, saya juga mengakui banyak sisi positif twitter sebagai media sosial. Saya adalah salah satu follower akun TMC Polda Metro Jaya yang secara berkala mengabarkan situasi lalu lintas di seputar Jakarta. Saya bisa mengetahui bahwa di seputaran Semanggi macet parah dan bisa mengambil jalan alternatif agar tidak terjebak kemacetan. Ada pula akun-akun yang membantu mendapatkan informasi tentang suatu kota, seperti halnya akun twitter @info_Depok. Seorang ibu pernah bertanya ke akun tersebut tentang alamat sebuah klinik kesehatan. Sang admin @info_Depok lalu meng-RT-nya supaya ada tanggapan dari para followers-nya. Karena saya tahu, maka kemudian saya reply twit tersebut dan rupanya si ibu tadi merasa terbantu dengan informasi yang saya berikan. Media sosial semacam facebook, blog maupun twitter memang tengah berkibar dalam masyarakat kita yang semakin haus informasi, butuh aktualisasi dan tentu saja butuh hiburan. Namun perlu diingat, media sosial akan bermanfaat jika penggunanya juga memanfaatkannya dengan positif. Sebaliknya, jika media sosial digunakan untuk sesuatu yang negatif, maka hal buruk pula yang akan didapat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun