Hadirnya MRT Jakarta beberapa tahun ini telah mampu menarik pengguna kendaraan bermotor, khususnya roda empat, untuk beralih menggunakan MRT. Moda yang terbilang nyaman, cepat, modern, jelas menjadi pilihan masuk akal bagi yang terbiasa naik mobil pribadi ketimbang beralih naik Transjakarta.
Sedangkan Transjakarta sejak dulu memang menjadi andalan warga yang tidak memiliki kendaraan pribadi dan masih menimbang faktor ongkos murah. Selisih ongkos yang signifikan membuat orang-orang rela berdesakan saat jam sibuk, dan tentunya sadar bahwa Transjakarta tidak secepat MRT Jakarta maupun ojek online.
Hal ini menandakan ada perbedaan segmen penumpang atau kelas ekonomi di antara MRT Jakarta dan Transjakarta. Jadi jika rute Bundaran HI ke Kota sudah dibuka, MRT Jakarta dapat berharap peralihan pengguna kendaraan pribadi, bukannya "memakan" penumpang dari Transjakarta.
Titik halte dan stasiun berbeda
Meskipun bersinggungan secara rute, tetapi posisi atau titik halte Transjakarta koridor Blok M-Kota berbeda dengan keberadaan stasiun MRT Jakarta. Hal ini pula menjadi salah satu faktor penumpang memilih di antara kedua moda.
Misal, di koridor 1 ada halte Transjakarta Masjid Agung yang terletak persis di depan masjid dan kampus Al Azhar, Kebayoran Baru. Penumpang yang bekerja, sekolah, atau kuliah di dekat area tersebut tentu lebih memilih naik bus Transjakarta daripada naik MRT Jakarta dan turun di Stasiun ASEAN.
Bisa saja mereka naik MRT dan turun di Stasiun ASEAN, tapi butuh effort lebih untuk berjalan kaki ratusan meter sampai ke lokasi tujuan. Terlebih budaya mager dan "mendang-mending" memang masih melekat di masyarakat kita, dan hal seperti itu masih bisa dimaklumi.
Potensi penumpukan penumpang
Saat ini pun kepadatan MRT Jakarta sudah luar biasa di jam-jam sibuk, pagi, sore, dan malam hari. Antrean masuk saat scan pembayaran pun kerap mengular di jam-jam sibuk tersebut.
Bayangkan andai rute Transjakarta Blok M-Kota hilang dan pilihannya hanya ada MRT Jakarta. Limpahan penumpang dari Transjakarta bakal membuat MRT Jakarta lebih padat, dan tentunya kenyamanan bakal berkurang.
Risiko paling "plot twist" dari kondisi ini justru bakal membuat orang-orang yang tadinya sudah nyaman dengan MRT balik lagi menggunakan kendaraan pribadi.