Formasi andalan dari soto ini adalah bihun, taoge, irisan seledri, kol, serta suwiran ayam kampung dilengkapi dengan taburan bawang goreng. Sejenak akan membuat siapapun tertegun menatapnya, dan saya yakin dalam seporsi soto ayam itu ada potongan rindu yang tak terlihat tapi bisa dirasakan.
Selama bertahun-tahun mencicipi aneka ragam soto, khususnya soto di area Jogja, Semarang, Boyolali, Klaten, dan Solo, saya berkesimpulan bahwa warung soto yang ramai dan enak pasti memiliki pendamping berupa tempe goreng atau mendoan yang nikmat pula.
Tak terkecuali di soto ayam Pak Dalbe ini, ada lauk pendamping berupa mendoan dan sate irisan daging dan kulit ayam yang memang sangat pas untuk berkolaborasi dengan seporsi soto ayam.
Minumnya? Rekomendasi saya tentu teh panas manis yang terasa sepet dan wangi khas sajian teh warungan yang sulit diduplikasi di rumah sendiri.
Usai menyantap nasi soto dan teman-temannya, seolah ada rasa enggan beranjak dari tempat duduk. Rasa-rasanya tak rela momen tersebut telah berlalu, meski perut kenyang, lidah ini seolah masih ingin mencecap kuah soto yang segar dan gurih itu.
Tapi, kini saatnya bangkit dan membayar.
Uniknya, di warung itu ada dua tujuan pembayaran. Untuk lauk mendoan dan minuman, pengunjung mesti membayar di lapak yang berada di dalam bagian ujung warung. Bayarlah ke mbak-mbak yang menggawangi mendoan dan minuman.
Sedangkan untuk pembayaran soto dan lauk sate, bisa ke mas-mas yang melayani di area gerobak soto. Hebatnya, semua pembayaran diharapkan nontunai menggunakan QRIS.
"Mas, saya nggak ada kembalian, bayar aja pakai kiris," ujar mbak di sektor mendoan dan minuman.