Bagi orang yang belum terbiasa, naik transportasi publik dengan konsekuensi berjalan kaki lumayan jauh untuk transit atau melangkah dari halte/stasiun pemberhentian ke tempat tujuan, sudah pasti menjadi tantangan tersendiri.Â
Bahkan tak jarang, orang bukan malas naik transportasinya, melainkan malas harus jalan kaki berpindah moda.
Hal seperti ini diakui oleh salah seorang kawan yang mengaku malas naik LRT dari Stasiun LRT Dukuh Atas, karena meskipun sudah terintegrasi dengan Stasiun MRT Dukuh Atas dan Stasiun KRL Sudirman, jaraknya terbilang melelahkan.
Bayangkan, dari Stasiun MRT Dukuh Atas untuk berganti moda di Stasiun LRT Dukuh Atas jaraknya lebih dari 1,5 kilometer (hitungan dari google maps) dan harus dicapai dengan jalan kaki. Tidak bisa ngojek atau naik kendaraan apapun karena melewati Jembatan Multiguna, yang kurang lebih mirip jembatan penyeberangan orang (JPO).
"Enak sih sebenarnya naik LRT, bisa nyambung dari MRT, tapi jalannya tuh jauh banget," ucap kawan tersebut.Â
Ya, pada akhirnya kembali ke masing-masing orang. Jika menganggap jalan kaki ribuan langkah memiliki manfaat positif, maka tak ada kata "lelah" yang bakal terucap.Â
Bagi saya pribadi, perpaduan transportasi publik dengan jalan kaki memberikan banyak keuntungan. Pertama murah dan hemat pengeluaran untuk ongkos pulang pergi kerja. Kedua, tubuh saya terasa lebih fit dan terjaga karena terbiasa jalan kaki lebih dari 5000 langkah per hari.Â
Bahkan secara total mungkin saya bisa mencapai 10 ribu langkah per hari, jika hari itu ditambah aktivitas seperti mencari tempat makan siang agak jauh atau pergi ke mal usai pulang kerja.Â
Maka ketika momen ketemu teman lama atau sanak saudara yang jarang ketemu, seringkali mereka basa-basi mengatakan bahwa badan saya dari dulu gitu-gitu aja, nggak tambah kurus dan tidak pula bertambah gemuk.Â