Seorang pria muda tampak celingak-celinguk ketika keluar dari sebuah warung makan. Sejurus kemudian ia melambai ke arah pria paruh baya di kejauhan.
Tak berapa lama, si pria paruh baya tampak tergopoh sambil meniup peluit dan mengarahkan mobil si pria muda yang tengah keluar dari depan warung.
"Makasih Pak!" ucap si pengendara mobil sambil mengulurkan lembaran rupiah.
Pemandangan seperti ini sering terlihat di pinggir-pinggir jalan dengan lalu lintas terbilang ramai. Pengemudi mobil, dan juga sepeda motor, tak jarang justru mencari tukang parkir untuk membantu mengarahkan kendaraan dan memberhentikan lalu lalang kendaraan agar bisa melaju tanpa kendala.
Hal seperti itu juga kerap saya lakukan ketika memang harus parkir di lokasi yang untuk keluar dari tempat itu kita harus menginterupsi lalu lalang kendaraan lain untuk sementara.
Ya, walaupun disadari bahwa tukang parkir di situ bukanlah petugas resmi. Tapi jika ia membantu kita, kenapa tidak?
Namun demikian, pengalaman menyebalkan dengan tukang parkir juga kerap saya alami. Di daerah tempat tinggal saya, untuk parkir sepeda motor di minimarket tarif umumnya adalah seribu rupiah, kadang dua ribu rupiah jika tak ada koin atau selembaran dua ribuan.
Tapi tukang parkir di sebuah minimarket yang kebetulan ada di pinggir jalan raya, seolah punya aturan sendiri. Ketika saya keluar minimarket dan bersiap menyalakan mesin sepeda motor, tiba-tiba saja si tukang parkir sudah berada di belakang saya. Entah dari mana datangnya.
Ia membantu menarik sepeda motor saya sambil tiup peluit dengan volume sedang. Anehnya, jika saya kemudian membayar seribu rupiah, dalam beberapa detik ia beringsut melangkah dan menghilang lagi entah ke mana.
Eh, lain waktu jika saya bayar dengan dua ribu rupiah, dengan penuh semangat ia akan membantu mengarahkan saya hingga melaju aman ke jalan raya. Kalau perlu kendaraan lain ia stop untuk memberikan kesempatan saya melaju.