Keributan di transportasi umum, khususnya di KRL Commuter Line, seolah telah menjadi makanan sehari-hari. Sebagai pengguna harian KRL, saya telah terbiasa mendengar dan melihat orang berdebat, berselisih paham, saling teriak hingga adu fisik alias baku hantam.
Gara-gara senggolan saat rebutan naik KRL, seseorang bisa langsung emosi dan mendamprat penumpang lain dengan kata-kata kasar. Giliran ada yang mencoba melerai, eh orang yang melerai itu pun jadi sasaran amukan.
Ada lagi waktu itu kejadian di Stasiun Pondok Cina, seorang ibu paruh baya dicegah naik oleh seseorang di sebelahnya karena kondisi kereta sudah teramat penuh dan memang cukup riskan apabila si ibu memaksakan diri. Terlebih pintu kereta sudah hampir menutup.
"Awas Bu, hati-hati jangan maksain," cegah pria di sebelahnya.
"Apa-apaan kau! Aku ini mau naik! Bukan mau bikin susah kau! Aku mau naik, emang nggak boleh kalau mau naik! Apa hak kau larang-larang aku?!"
Kereta pun kemudian tetap berjalan meninggalkan mereka berdebat di peron Stasiun Pondok Cina. Hanya karena tak terima diperingatkan baik-baik, si ibu tersebut sampai emosi berlebihan terhadap orang yang sebenarnya berniat baik.

Ada lagi kejadian lain yang kali ini melibatkan saya.
Saat itu kereta dalam kondisi penuh dan sangat padat. Benar-benar macam pepes tahu siap santap.
Seperti biasa, saya sebisa mungkin selalu mencari posisi berdiri di hadapan deretan bangku. Tangan saya pun berpegangan pada besi di atas agar tidak goyah terombang-ambing saat kereta berjalan dan ngerem.