Sudah lebih dari sepuluh menit saya berdiri di peron jalur 2 Stasiun Sudirman. KRL Commuter Line ke arah Bekasi/Cikarang via Manggarai tak kunjung muncul.
Dalam hitungan beberapa menit, peron tersebut sudah terasa padat dipenuhi manusia. Wajarlah, saat itu kira-kira jam 18 lebih sekian menit, termasuk jam sibuk pulang kerja.
Namun, kali ini kepadatan penumpang tak menimbulkan kekacauan. Seperti yang sempat terekam dan viral di media sosial beberapa hari lalu. Saat peron jalur 2 sudah terlalu padat manusia sehingga banyak penumpang terhimpit dan membahayakan mereka yang berdiri di bibir peron.
Kali ini petugas sudah mengantisipasi dengan lebih sigap menahan penumpang dari lantai atas agar tidak segera turun ke peron. Penumpang di lantai concourse diminta berbaris menunggu penumpang di peron sebagian besar telah terangkut kereta. Situasi ini macam saat pandemi lalu agar tidak terjadi penumpukan penumpang.
Beberapa waktu belakangan, kepadatan penumpang di Stasiun Sudirman memang meningkat. Pihak KCI sendiri mengakui ada peningkatan jumlah penumpang.
Sejak dibukanya Stasiun LRT Jabodebek di Dukuh Atas yang terkoneksi dengan Stasiun KRL Sudirman, Stasiun MRT Dukuh Atas, Stasiun KA Bandara BNI City, serta halte transjakarta, kawasan Dukuh Atas memang kian ramai.
Tak hanya jumlah penumpang KRL yang meningkat, situasi di Stasiun MRT Jakarta Dukuh Atas pun kian terasa ramai oleh penumpang. Sebagian besar penumpang MRT adalah juga penumpang KRL, dan sebagian juga penumpang LRT karena memang sudah terintegrasi.
Memang ketika berbagai moda transportasi publik menjadi terkoneksi, minat masyarakat untuk menggunakan transportasi publik pun jadi meningkat. Hal yang sebenarnya patut disyukuri, tetapi salah satu imbas yang mesti diperhatikan adalah soal membeludaknya penumpang KRL di Stasiun Sudirman khususnya di jam-jam sibuk. Konektivitas tak diimbangi kapasitas stasiun yang sudah lama terbangun.