Foto prewedding telah berkembang menjadi semacam tahapan penting dalam rangkaian resepsi pernikahan. Banyak pasangan mendamba hasil foto prewedding yang elegan, unik, dan menuai decak kagum ketika dipasang di undangan maupun saat dipajang di tempat resepsi.
Foto prewedding kian menjadi hal yang lumrah dilakukan seiring dengan makin menjamurnya jasa foto pernikahan. Pasalnya, sesi foto prewedding kerap dimasukkan sebagai bagian dari paket fotografi yang ditawarkan.
Namun, apakah foto prewedding memang benar-benar menjadi kebutuhan dan keharusan dalam acara pernikahan? Apakah sebuah resepsi pernikahan bakal hambar dan kurang menarik tanpa foto prewedding terpampang?
Sah-sah saja sih. Sesi foto tersebut merupakan hak setiap pasangan yang hendak menikah. Tetapi tentu saja ada rambu-rambu dan prinsip kehati-hatian agar tidak berujung negatif.
Sebutlah kasus yang belakangan ini viral. Foto prewedding di Bukit Teletubbies, Bromo, yang semula diimpikan menjadi kenangan manis oleh sepasang calon pengantin, ternyata berubah menjadi malapetaka.
Akibat ceroboh menggunakan flare sampai menyebabkan kebakaran, pengambilan foto prewedding itu justru menjadi mimpi buruk karena harus berurusan dengan pidana dan menuai hujatan masyarakat umum.
Kejadian ini tentu menjadi pelajaran bagi calon-calon pengantin lainnya sebelum melakukan foto prewedding. Perlu dipertimbangkan lagi soal konsep, lokasi pemotretan, dan piranti atau property yang akan digunakan.
Memang, siapapun tidak ingin dan berniat merusak, bahkan membakar bukit hanya untuk sesi foto. Tapi bagaimanapun, sesederhana apapun sebuah sesi foto, harus dipertimbangkan sedetail dan sematang mungkin agar tidak menimbulkan dampak yang merugikan.
Bila perlu, silakan kembali pada pertanyaan: seberapa penting dan perlu adanya foto prewedding saat menikah?
Bukankah tanpa foto prewedding pun sebuah resepsi pernikahan masih bisa berlangsung menarik dan khidmat? Tapi ah, opini ini pastinya tidak akan disukai oleh penyedia jasa fotografi pernikahan.