Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Saat Anak-anak Bertingkah di Luar Nalar ketika Naik Transportasi Publik

2 Juli 2023   22:06 Diperbarui: 3 Juli 2023   13:30 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangku diinjak kemudian bergelantungan (foto by widikurniawan)

Musim liburan anak sekolah saat ini turut membuat transportasi publik semacam KRL Commuter Line, bus transjakarta hingga MRT Jakarta dipenuhi penumpang keluarga yang membawa anak-anak kecil. Mereka melakukan perjalanan dalam rangka wisata, saling mengunjungi sanak saudara, hingga sekedar jalan-jalan saja mengisi waktu luang.

Berbeda dengan jenis penumpang rutin pekerja kantoran yang relatif bisa tertib ketika berada di transportasi publik, penumpang keluarga yang kerap disebut sebagai penumpang musiman terkadang kurang bisa menjaga ketertiban dan kenyamanan bersama dalam moda transportasi.

Anak-anak rewel, menangis, hingga tak mau diatur adalah pemandangan yang kerap terjadi. Mungkin menjadi hal biasa bagi sebagian orang, memaklumi bahwa mereka hanyalah anak-anak biasa, dengan kalimat pemakluman "namanya juga anak-anak".

Well, selama bertahun-tahun menggunakan transportasi publik, keberadaan anak-anak kecil dengan segala polahnya di kereta dan bus, atau bahkan di pesawat sekalipun, tak pernah terlalu merisaukan saya. Bahkan bayi nangis di hampir sepanjang perjalanan pun masih bisa saya maklumi melihat situasi dan kondisinya.

Sebagai sesama orangtua, saya bisa merasakan bagaimana repotnya orang tua ketika membawa anak kecil, terutama bayi yang rentan menangis. Jika naik KRL, sebaiknya orangtua turun sejenak di stasiun terdekat agar bayi bisa ditenangkan karena bisa saja dia merasa gerah atau tidak nyaman saat berada di dalam kereta.

Namun, berbeda ketika anak-anak yang lebih besar, kira-kira sudah sekolah di SD berulah dengan sengaja di dalam kereta, seperti yang saya lihat Minggu (2/7/2023) sore.

Dua orang anak yang berusia sebaya, kira-kira berumur 7 atau 8 tahun, terlihat terlalu "bersemangat" bercanda dan bermain di dalam KRL yang kebetulan tidak terlalu penuh.

Saking "semangatnya" bahkan kedua anak tersebut silih berganti bergelantungan menggunakan besi penyangga pegangan tangan. Jadi, saat KRL melaju, anak-anak tersebut seolah-olah berperan bak pesenam olimpiade sambil tertawa cekakak-cekikik.

Bergelantungan di besi dalam KRL (foto by widikurniawan)
Bergelantungan di besi dalam KRL (foto by widikurniawan)

Orang-orang memandang ke arah mereka, dan mungkin saja ada yang bergumam dalam hati dengan kalimat sakti "ah namanya juga anak-anak".

Namun, jika diperhatikan lagi, permainan mereka terlalu berlebihan. Untuk berpegangan tangan dan bergelantungan di besi itu mereka harus berdiri naik di atas bangku kereta.

Melalui gerakan agresif, kadang kaki mereka menjejak-jejakkan pada bangku kereta. Lha kalau lapisan kain bangkunya sobek bagaimana? Apa iya orangtua mereka mau ganti?

Permainan yang terlalu heboh dan berlebihan (foto by widikurniawan)
Permainan yang terlalu heboh dan berlebihan (foto by widikurniawan)

KRL ini digunakan untuk kepentingan umum. Bukan berarti bisa dipakai seenaknya, walau oleh anak kecil sekalipun. Jika terjadi kerusakan, yang rugi tentu orang banyak. Terlebih saat ini unit KRL tengah diawet-awet dan dijaga jangan sampai rusak gara-gara terlambatnya pengadaan KRL serta rencana impor KRL bekas yang terhambat regulasi.

Lebih ruwet lagi kalau ternyata si anak tersebut justru terluka karena jatuh dan nyungsep akibat bergelantungan. Siapa yang akan disalahkan?

Patut disayangkan dalam kejadian tersebut adalah orangtua mereka yang terlihat cuek dan biasa saja. Sang ayah yang duduk di sebelah mereka hanya sesekali berkata dengan nada datar dan lemah.

Bangku diinjak kemudian bergelantungan (foto by widikurniawan)
Bangku diinjak kemudian bergelantungan (foto by widikurniawan)

"Udah dong mainnya," ucapnya bahkan tanpa ekspresi. Selanjutnya, ia lanjut melamun.

Sedangkan wanita yang saya duga sebagai ibunya, duduk di bangku depan anak-anak tersebut dan terlihat lebih asyik bermain ponsel. Satu kalimat yang sempat saya dengar adalah teguran yang sama-sama tak bertenaga, senada dengan sang ayah.

"Diam ah, nanti Pak Satpam datang lho," ujarnya dan kemudian lanjut menatap layar ponsel.

Sedangkan anak-anak itu seolah tak pernah mendengar kata-kata orangtuanya. Mereka tetap lanjut bergelantungan bak sedang bermain di taman. Sungguh di luar nalar dan tak habis pikir.

Sampai saya turun di Stasiun Bojonggede, mereka tampaknya masih melanjutkan bermain di "wahana permainan" murah meriah di atas KRL.

Pentingnya peran orangtua 

Bagaimanapun menjadi tanggung jawab orangtua untuk memberi contoh serta mengajarkan hal-hal yang bisa dan tidak bisa dilakukan di tempat umum. Saya pernah melihat ada anak kecil kira-kira sebaya dengan anak-anak di atas, dan memiliki manner yang patut diacungi jempol saat berada di dalam kereta.

Saat itu, ada seorang penumpang dewasa yang memberikan tempat duduknya kepada anak tersebut. Si anak pun mengangguk sambil agak membungkukkan badan ia mengucap kata terima kasih dengan pengucapan yang jelas. Selanjutnya, ia pun duduk dengan tenang sepanjang perjalanan tanpa mengganggu kenyamanan orang lain.

Saya juga pernah menyaksikan ketika seorang ibu yang membawa anaknya berusia sekitar 5 tahun, sepanjang perjalanan justru asyik menceritakan hal-hal yang ditemui sepanjang perjalanan dengan serunya.

"Eh, itu sapi Dik, tahu nggak besok kan Idul Adha, sapi-sapi itu bakal dipotong setelah shalat Ied," ujar si Ibu.

Hal demikian lebih baik dilakukan oleh orangtua yang membawa anak kecil. Meskipun percakapan mereka terdengar di telinga penumpang lain, tapi tidaklah mengganggu dan justru membuat kagum orang lain yang melihat gaya parenting ibu tersebut.

Membawa anak kecil naik transportasi publik bisa menjadi pilihan kegiatan positif di kala libur semester anak sekolah. Kegiatan tersebut selain menambah pengalaman si anak, bisa pula sebagai media pembelajaran yang bermanfaat, utamanya tentang pendidikan karakter.

Orang tua semestinya mampu mengedukasi tentang segala hal yang berkaitan dengan perjalanan yang dilakukannya. Dari mulai tata cara perjalanan hingga mengajarkan tentang adab dan etika saat berada di transportasi publik.

Penting mengajarkan dari sejak usia dini tentang bagaimana hal-hal yang patut dilakukan dan pantang dilakukan ketika berada di tempat umum seperti itu. Dari hal-hal yang terlihat sepele, justru kelak akan menjadikan mereka pribadi seperti apa ketika dewasa nantinya.

Yuk, sama-sama belajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun