Ya jangan salahkan masyarakat jika akhirnya protes dan nyinyir justru kian menjadi-jadi gara-gara tulisan yang dipahami umum sebagai pencitraan semata. Sebuah praktik komunikasi publik yang gagal dari pembuat kebijakan.
Entah ide siapa pembuatan dan pemasangan tulisan tersebut. Kok bisa-bisanya juga disetujui?
Daripada tulisan semacam itu kan lebih baik memperjelas penanda arah di Stasiun Manggarai yang sejauh ini kerap membingungkan penumpang.
Bahkan sejauh ini rasa-rasanya di intansi lain tidak ada tulisan-tulisan atau logo semacam "I Love Ditjen Anu" atau "I Love Instansi X" yang diletakkan di area publik. Cara tersebut jika dilakukan bukannya menjadi keren tapi bakal menjadi blunder di tengah kritisnya opini masyarakat.
Kini tulisan "I Love DJKA" sudah diturunkan dan entah berpindah ke mana. Hanya bertahan 2 bulan saja akibat dihujani kritik.
Masyarakat pengguna KRL tentu berharap pegawai DJKA tidak menjadi patah semangat dalam bekerja karena "penyemangatnya" telah hilang. Sebaliknya, kejadian ini mestinya menjadi pelajaran berbagai pihak agar tetap fokus bekerja tanpa memikirkan aksesoris yang tidak penting-penting amat.
Terlebih bagi penyelenggara pelayanan publik yang semestinya memang menyadari sepenuhnya bahwa bekerja dengan baik dan benar adalah kewajiban. Sementara sedikit kesalahan saja bisa berujung hujatan.
Terasa tidak adil, tapi begitulah realita dunia.
Jangan berharap sebuah pujian datang karena pekerjaan yang sudah menjadi tugasnya. Apalagi kalau pujiannya dibuat sendiri dan semua orang harus tahu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H