Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line yang saya tumpangi memasuki Stasiun Tebet, Jumat pagi (18/11). Seperti biasa, ada banyak penumpang yang bakal turun di stasiun ini ketika pagi saat jam sibuk, terutama untuk kereta dari arah Bogor.
Tiba-tiba kegaduhan terdengar dari jarak beberapa meter dari tempat saya berdiri terhimpit. Saya menengok ke arah suara penumpang yang terdengar sahut-sahutan. Sementara di luar kereta ada beberapa petugas yang siap sedia membawa tandu. Ada yang pingsan rupanya.
Dari celah sempit di dalam KRL, saya bisa melihat melalui jendela bahwa seorang penumpang perempuan terlihat tak sadarkan diri.Â
Dalam kondisi demikian, petugas biasanya akan membawanya ke pos kesehatan di stasiun untuk penanganan kedaruratan.
Waktu saat itu menunjukkan sekira 7.35 WIB. Termasuk jam 'horor' nan 'sadis' bagi penumpang KRL Commuter Line.Â
Kepadatan di dalam gerbong kereta sungguh luar biasa tak bisa dinalar. Mungkin anda bisa masuk ketika naik dari Bogor, Cilebut maupun Bojonggede. Tapi jangan harap bisa mudah keluar dari KRL tanpa perjuangan, karena di dalam kereta sudah terlanjur terhimpit dan terjepit.
Jumat pagi itupun termasuk pagi yang tak bersahabat bagi saya di kereta itu. Desakan, dorongan dan himpitan sungguh tak biasa. Bahkan seorang penumpang di sisi saya terus-terusan tak kuasa bertahan sehingga sikunya kerap menekan ke arah ulu hati saya.
Tentu saja saya tak bisa serta merta marah atau emosi. Lha wong namanya juga di KRL. Berantem di dalam KRL, entah salah atau benar, berarti sudah mengganggu ketertiban umum.
Kepadatan penumpang yang ampun-ampunan itu memang lazim terjadi di rangkaian KRL dengan formasi delapan kereta atau gerbong. Dalam istilah perkeretaapian disebut rangkaian SF 8.
SF atau stamformasi, menunjukkan jumlah kereta atau lazim disebut gerbong, untuk satu rangkaian dalam satu perjalanan. Jumlah rangkaian KRL yang ada saat ini adalah SF 8, SF 10 dan yang paling panjang SF 12 yang terdiri 12 gerbong.