Matinya siaran televisi analog atau analog switch off (ASO) di Jabodetabek, mulai 2 November 2022 lalu, sebenarnya bukan kebijakan ujug-ujug. Sejak tahun 2007 silam pemerintah saat itu sudah ancang-ancang migrasi dari analog ke digital.
Tahun 2021 lalu adalah mulai gencar-gencarnya pemerintah menggaungkan ASO. Bahkan sempat muncul batas waktu ASO tahap I pada tanggal 17 Agustus 2021, walau pada akhirnya batal dengan alasan pandemi Covid-19.
Nah, gegara rencana ASO tahap I itu, saya pun ikut membeli perangkat Set Top Box (STB) agar televisi di rumah bisa menangkap siaran digital. Ajaib memang, setelah dipasang STB, semut-semut di layar kaca yang semula betah, kini menghilang dan tampilan layar pun jadi cling dengan suara yang jernih.
Saya masih ingat betul waktu itu ada seorang tetangga yang memperhatikan saya sibuk saat mengatur posisi antena UHF agar mengarah ke stasiun pemancar dengan tepat.
"Kenapa Pak antenanya?" tanya dia.
"Ini lagi pasang tivi digital, posisi antenanya harus pas Pak, biar banyak channel yang kena," jawab saya.
Kemudian ia bertanya-tanya soal siaran tivi digital, dan malah menganggap pemerintah mengada-ada. Dianggapnya STB adalah permainan bisnis lah, macam vaksin Covid-19 yang waktu itu juga dibilang sebuah konspirasi global.
"Saya mah ntar aja kalau semua sudah digital, kalau sekarang ogah beli STB," ujarnya.
Waktu pun berlalu, ASO di Jabodetabek 2 November lalu benar-benar membuat siaran tivi analog lenyap. Tetangga saya pun terlihat manyun dibuatnya.
Sementara itu, ada juga orang-orang lain yang terkaget-kaget ketika televisi di rumahnya tak lagi bisa menangkap siaran apapun. Ketika ditanya, bukankah sudah sering ada iklan di tivi agar masyarakat beralih ke tivi digital, dengan enteng jawabannya adalah: