Seorang perempuan muda setengah berlari memasuki halaman Stasiun Bojonggede, Kabupaten Bogor. Namun, langkahnya terhenti di belakang antrean puluhan orang yang berbaris menuju gate masuk.
Sedikit terengah ia bertanya kepada seorang petugas. "Harus ngantre dulu ya Pak? Saya buru-buru ini," ujarnya.
Pertanyaannya seolah mengisyaratkan bahwa baru kali ini lagi ia kembali naik KRL Commuterline. Sehingga cukup kaget melihat pembatasan penumpang yang naik. Barangkali, WFH terlalu lama membuatnya kembali asing dengan situasi di stasiun.
Petugas hanya mengangguk merespon pertanyaan perempuan itu. Mungkin dari balik maskernya ia mengucap sesuatu, tapi tak cukup terdengar di tengah situasi antrean pagi itu.
Ia kemudian mengarahkan perempuan muda itu untuk terlebih dahulu check in QR Code menggunakan aplikasi PeduliLindungi sebelum mengantre di barisan paling belakang.
Meski tertutup masker, raut gelisah perempuan muda itu tampak nyata. Sepertinya ia karyawan sebuah perusahaan di Jakarta. Penampilannya menggambarkan hal itu, dan terutama karena ia berkalung lanyard dengan identitas perusahannya.
Ya, pagi hari mulai Subuh hingga pukul delapan pagi, merupakan jam sibuk KRL Commuterline. Rata-rata penumpangnya adalah para pekerja di ibu kota.
Sebelum pandemi menggasak segala sendi kehidupan, kepadatan di dalam KRL adalah hal biasa. Penumpang saling dorong dan berdesakan adalah situasi normal di jam sibuk.
Namun ketika pandemi menyerang, KRL mendadak lengang dengan berbagai pembatasannya. Harus pakai surat ini dan itu untuk bisa naik moda murah meriah ini.