Moda transportasi massal seperti KRL Commuterline, termasuk lahan basah bagi para copet dan modus kejahatan lainnya untuk mencari nafkah. Terutama masa sebelum pandemi, di mana KRL selalu sesak oleh penumpang yang sampai dempet-dempetan nempel satu sama lain.
Cerita tentang copet dan aksi kejahatan lainnya di KRL Commuterline kerap saya temui sejak saya mulai memakai jasa KRL era ekonomi hingga era Commuterline saat ini.Â
Beberapa kali saya ketemu pemandangan saat seorang penumpang terlihat shock dan menangis sejadi-jadinya karena mendapati tasnya sobek kena aksi silet. Barang berharga di dalamnya pun raib.
Pernah juga saya melihat seorang ibu dijambret kalungnya. Tapi karena saat itu masih era KRL ekonomi dengan pintu yang terbuka, maka si penjambret bisa kabur dengan cara melompat keluar kereta dan menghilang entah ke mana. Benar-benar aksi nekat yang mirip adegan film.
Kemudian yang masih kerap terjadi adalah aksi tukar tas yang diletakkan di rak bagian atas. Modusnya, pelaku meletakkan tas yang sekiranya mirip dengan tas incarannya. Jika korban lengah, pelaku akan segera mengambil tas korban dan kemudian turun di stasiun terdekat.
Jadi korban susah, nemu barang bukti pun repot
Salah satu kejadian yang masih saya ingat adalah ketika dalam perjalanan KRL Commuterline menuju Bogor. Saat penumpang KRL sudah mulai berkurang dan tengah meluncur menuju Citayam, tiba-tiba ada teriakan seorang pria memanggil-manggil sebuah nama.
"Pak Jose! Bapak Jose Mourinho (bukan nama sebenarnya)! Ada nggak yang namanya Jose Mourinho?!" teriak pria itu.
Beberapa penumpang jadi saling melihat, celingak-celinguk, termasuk saya.
"Jose Mourinho! Ini dompetnya jatuh di sini, nggak ada uangnya, cuma KTP dan surat-surat," lanjutnya.
"Wah, copet itu mah!" celetuk penumpang lain.