Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Istri Melahirkan, Seberapa Penting Suami Ambil Cuti?

9 Juni 2021   12:37 Diperbarui: 9 Juni 2021   18:53 1205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu sebagai suami, kita dituntut bisa lincah bergerak sana-sini dan selalu siap sedia menyiapkan berbagai kebutuhan istri dan anak. Demikian pula ketika sudah kembali pulang ke rumah, bukan berarti selesai dan baik-baik saja. Masih ada hari-hari selanjutnya yang bisa penuh drama.

Tugas merawat bayi baru lahir tidak hanya menjadi tugas istri atau malah diserahkan pada orang tua kita. Suami harus tanggap jika istri butuh istirahat maupun uluran tangan.

Belum lagi jika masih ada anak-anak lainnya di rumah yang masih kecil dan perlu diurusi. Suami jelas tidak bisa leha-leha tiduran atau malah asyik nongkrong saat keadaan rumah pasti sedang "hectic".

Soal memandikan bayi, mengganti baju dan popok serta mencuci pakaian bayi, mestinya suami juga terlibat dan turun tangan. Hal itu merupakan bentuk bonding atau ikatan emosional yang terjalin sejak anak kita lahir ke dunia.

Kehadiran suami juga bakal meminimalisir potensi depresi yang beresiko diderita oleh seorang ibu yang baru melahirkan. Lelah luar biasa disertai kondisi ketika merasa sendirian atau ditinggalkan, bisa memicu seorang ibu mudah emosional dan mengalami depresi yang bisa berakibat fatal.

Cuti bagi suami ketika istrinya melahirkan, juga dimaksudkan sebagai waktu untuk mengurus dan menyelesaikan segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan administrasi. Misalnya urusan administrasi berkenaan dengan asuransi, pembayaran rumah sakit, hingga pembuatan akta kelahiran anak. Berdasar pengalaman saya, segala urusan administrasi tersebut bisa menyita banyak waktu.

Waktu sebulan pun bahkan mestinya tidaklah cukup untuk cuti suami, terlebih cuma dua hari. Maka jika sampai cuti tahunan diambil demi mendampingi istri, jelas potensi "jenuh" suatu saat dalam bekerja, justru bakal mengancam, dan tentunya bisa berpengaruh terhadap kinerja karyawan atau pegawai tersebut.

Cuti saat istri melahirkan, kenapa justru tidak dimaksimalkan?

Namun, terkadang mengherankan jika melihat ada karyawan swasta, terlebih PNS yang justru tidak memanfaatkan jatah cuti dengan sebaik-baiknya ketika istrinya melahirkan.

Banyak faktor yang menjadi alasan, tapi jika karena alasan supaya gaji atau penghasilannya tidak dipotong, tentu masih bisa diterima. Kalau begini ya memang regulasinya yang perlu disesuaikan lagi.

Ada pula yang beralasan karena atasan dan rekan kerja di kantor seolah-olah tidak membuat nyaman karyawan atau pegawai tersebut saat menjalani cuti. Sudah ribet di rumah, eh telepon dan pesan dari kantor selalu saja datang merecoki dengan pertanyaan ini dan itu tentang pekerjaan.

Inilah yang memerlukan pemahaman seluruh unsur perusahaan atau instansi. Momen mendampingi istri melahirkan bukanlah momen santuy sambil ngopi di rumah aja. Nggak gitu juga dong konsepnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun