Menjelang lebaran, pasar-pasar dipenuhi oleh para manusia yang berbelanja kebutuhan dapur. Siapa yang tak ingin menikmati lezatnya opor ayam, rendang, sambal goreng ampela ati, krecek, dan ketupat yang memang khas lebaran?
Usai berjuang di tengah padatnya pasar atau warung sayur, mayoritas emak-emak akan kembali berjibaku di dapur. Rata-rata dua hari menjelang lebaran mereka sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Mengiris bawang, ngulek sambal, menyiapkan bumbu, mengisi ketupat, memotong-motong daging dan memasaknya.
Bukan waktu yang sebentar untuk membuat ketupat. Demikian pula ketika memasak opor ayam.
Pegal sudah pasti deh. Namun, bagaimanapun semangat menyambut lebaran dengan hidangan khas-nya mengalahkan segalanya.
Bagi anggota keluarga yang tidak ikut memasak pun, pasti lidahnya sudah bergetar menanti datangnya lebaran saat aneka hidangan khas itu siap dinikmati. Ngiler to the bone deh...
Namun begitu tiba di hari-H lebaran, satu porsi opor ayam dan rekan-rekannya sudah cukup membuat perut kenyang. Itu baru sarapan pagi lho.
Saat siang datang, menu yang sama juga masih terhidang di meja makan. Oke fine, masih nikmat kok.
Begitu malamnya, opor ayam dan kawan-kawan juga tetap dimakan meski kali ini sambil berpikir "sayang kalau tidak dimakan".
Benar-benar lebaran penuh "kehangatan", alias segala menu khas lebaran yang dihangatkan di kompor supaya masih enak untuk dinikmati.
Paginya di hari kedua, bisa jadi sisa ayam opor malah berubah jadi ayam goreng karena kita butuh kreativitas dan variasi menu. Alhamdulillah masih enak.
Tapi siangnya, pertahanan pun jebol. Meski hidangan khas lebaran masih banyak tersaji di meja, tapi suara ketukan mangkok tukang bakso yang lewat sungguh menggoda selera. Terbayang sudah menu bakso panas dengan kuah pedasnya.