Penanganan sampah rumah tangga rupanya kurang ditangani dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. Padahal seiring dengan pesatnya pembangunan perumahan di daerah ini, produksi sampah rumah tangga akan terus bertambah.
Bukti nyata bahwa masalah sampah memang terabaikan adalah pemandangan yang tiap hari terlihat di ujung jembatan Kali Ciliwung yang terletak di Jalan Tegar Beriman. Setiap hari, selama beberapa tahun belakangan ini, tumpukan plastik yang berisi beraneka ragam sampah rumah tangga selalu tampak dan tentu saja menimbulkan aroma yang tidak sedap.
Ternyata banyak warga sekitar Bojonggede, Cibinong dan sekitarnya sudah terbiasa membuang sampah di pinggir jalan utama ibu kota Kabupaten Bogor tersebut, yang ironisnya jika ditarik garis lurus hanya berjarak tempuh sekitar lima menit dari kompleks perkantoran Pemkab serta Kantor Bupati Bogor. Sangat dekat bukan?
Padahal lokasi tersebut bukanlah tempat pembuangan sampah resmi. Namun, anehnya setiap hari truk pengambil sampah dari Dinas Kebersihan selalu datang mengambil tumpukan sampah tersebut. Jadi sebenarnya dinas terkait ini juga tahu ada perilaku "nitip" sampah di pinggiran jalan ini.
Lha, kalau begitu kenapa tidak dibuatkan saja semacam kotak khusus untuk pembuangan sampah? Apa susahnya mempercantik area yang sejatinya masih termasuk pusat pemerintahan kabupaten? Kenapa selama ini seolah dibiarkan perilaku warga yang seringkali main lempar saja kantong plastik berisi sampah ke tempat tersebut?
Keanehan lainnya, di sepanjang Jalan Tegar Beriman Cibinong yang kerap disebut juga sebagai Jalan Pemda ini terdapat beberapa titik tempat pembuangan sampah "tidak resmi". Satu atau dua orang memulai, meletakkan sampah di pinggir jalan, akhirnya banyak orang mengikutinya.
Silakan cek melalui citra di Google Maps untuk mengetahui bahwa banyak titik di sepanjang Jalan Tegar Beriman yang jadi tempat pembuangan sampah sembarangan.
Bagaimana dengan perumahan baru?
Saya pernah bertanya kepada seorang Ketua RT perihal pembuangan sampah di lingkungannya, tapi ia tampaknya malah kebingungan menjawab dan menyerahkan kepada "kreativitas" masing-masing warga. Mau dibuang di jalan silakan, mau dibakar pun silakan. Intinya Pak RT tersebut cuek saja dengan masalah itu.
Paling banter, warga baru pun hanya bisa menggandeng jasa pemungut sampah "swasta" yang ujung-ujungnya dengan "gagahnya" tanpa memedulikan dampak lingkungan atau bla.. bla... bla... ia pun akan membakar sampah-sampah yang dikumpulkan dari para pelanggannya.