Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Bang Gar dan Bang Toyip di Kampung Kami

19 Januari 2012   13:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:41 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dari dulu dua orang itu memang sudah dikenal sangar di kampung kami. Gayanya preman meski kalau berantem lebih banyak bonyoknya. Itulah Bang Gar dan Bang Toyip, dua orang yang sudah berkawan sejak kecil karena rumah mereka bersebelahan.

Kini Bang Gar makin eksis, hartanya banyak, dan sombongnya itu lho, makin menjadi. Beda nasib dengan Bang Toyip, kini entah di mana dia, sudah tiga kali puasa dan tiga kali lebaran nggak pernah pulang ke rumah. Konon, kata istrinya, Bang Toyip pamit pergi mau bisnis apel Malang dan apel Washington ikut sama orang yang disebutnya sebagai bos besar. Namun, Bang Toyip lenyap bak ditelan bumi, membuat bingung istri dan anaknya. Bu Toyip, istrinya Bang Toyip juga nggak ngerti siapa bos besar yang dimaksud suaminya itu.

Saat Bang Toyip menghilang, justru Bang Gar sukses dengan bisnis pelumasnya. Ini bisnis keduanya setelah sempat jualan semangka di stasiun KRL dan berujung jadi juragan semangka yang sukses. Kombinasi bisnis semangka dan pelumas membuat Bang Gar yang sangar makin berkibar. Gosip yang beredar menyebutkan kalau Bang Gar ini sebenarnya tidak jujur dalam berbisnis. Dia bisa sukses dan kaya karena dekat sama orang-orang besar, sebut saja pejabat besar, ketua besar, dan kepala besar.

Nama Bang Gar makin sering digosipkan setelah ia merenovasi rumah di kampungnya. Rumah mungil itu tiba-tiba saja menjadi sangat mewah dan modern, beda banget sama rumah-rumah warga di sekeliilingnya yang sangat sederhana. Selain mendesain rumahnya dengan konsep mewah, Bang Gar juga mengisi rumahnya dengan perabot yang mahal. Kursinya saja terbuat dari kulit sapi import yang kualitasnya beda jauh dari kulit sapi lokal yang sering diperah susunya atau dijadikan krupuk di warung makan Padang.

Rumah Bang Gar yang baru juga dilengkapi sound system yang wah dan dilengkapi lampu-lampu disko. Bang Gar bisa seenaknya nyanyi-nyanyi dan joget di rumahnya tanpa peduli tetangga sekitarnya. Tentu saja Bu Toyip yang tiap hari nyanyi dangdut meratapi kepergian suaminya merasa terganggu. Ia pernah mau numpang nyanyi di rumahnya Bang Gar tapi ditolak. Dipersilakan duduk di kursinya yang mahal saja enggak. Bang Gar benar-benar jadi orang yang angkuh, sombong dan tidak suka menabung, walau suka uang.

Kelakuan Bang Gar yang demikian itu sempat bikin ketua RT, yakni Bang Juki geram bukan main. Entah pura-pura marah atau memang marah beneran, Bang Juki bilang ke warga kalau tindakan Bang Gar yang pamer kekayaan sungguh tidak pantas.

“Harusnya Bang Gar kalau mau beli kursi mewah, mau renovasi rumah, lapor saya dulu sebagai ketua RT, saya ini ketua RT modern, nggak hanya terima laporan kalau ada orang nginep 24 jam saja, beli kursi mahal harus bilang-bilang dulu sama ketua RT…” kata Bang Juki.

Namun, entah kenapa kata-kata Bang Juki tidak ditanggapi sebagian warga. Mereka ragu karena Bang Juki pernah dibelikan komputer sama Bang Gar.

“Saya tidak pernah minta dibelikan komputer itu, lha wong ngetik saja saya nggak bisa kok, kalau main game sih bisa sedikit-sedikit…” Bang Juki ngeles.

Kampung kami yang dulu dikenal damai, kini jadi panas suasananya. Orang-orang selalu ribut setiap hari, seolah kata-kata yang keluar dari mulut mereka adalah yang paling benar. Ini akibat orang kaya macam Bang Gar yang tidak pernah terketuk dengan kondisi tetangganya yang miskin. Orang kaya makin kaya dan sombong, orang miskin seolah makin menderita dan merana.

Maka nyanyian lirih Bu Toyip yang merindukan suaminya, seolah makin tak terdengar, tertelan ributnya suara-suara sumbang dari rumah Bang Gar yang mewah. Sementara si anak kecil itu tiap hari selalu memanggil-manggil nama ayahnya.

“Toyip… Toyip… pulang Yip…” lho, nggak salah dengar nih???

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun