Mohon tunggu...
Widi Handoyo
Widi Handoyo Mohon Tunggu... -

Migunani tumprap ing liyan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jembatan Bangsa Vs Nyoman Minta

25 Oktober 2011   14:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:31 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="alignleft" width="422" caption="Jembatan Tali "][/caption] Beberapa hari ini, ada hal menarik yang saya cermati dari pemberitaan media kompas.com. Terutama mengenai foto cerita dan kegiatan kenegaraan yang menjadi sorotan public di Nusa Dua Bali. Anak kecil seusia SD yang menyeberangi jembatan tali gantung untuk menuju sekolahnya, dan Nyoman Minta yang merupakan potret realita kehidupan masyarakat di Negeri ini. Melintas didepan orang nomor satu. Ada yang aneh memang, disatu titik, pemberitaan media seakan membuat hal hal yang kecil dan terlupakan, mencuat begitu saja ke publik, namun dilain sisi pembesar kita yang tidak terusik sama sekali dengan hal hal kecil tersebut. Padahal, hal itu adalah potret kehidupan sesungguhnya di negeri ini. Dalam foto anak SD yang menyeberang jembatan tali, terlihat jelas hilangnya peran pemerintah dalam menyelenggarakan infrastruktur yang memadai, aman dan layak. Tampak wajar apabila daerah tersebut jauh dari Ibu Kota, namun dari sumber kompas.com, ternyata lokasi foto tersebut ada di Banten. Bagaimana koordinasi dan distribusi pembangunan sehingga tidak sampai di titik tersebut? Dari sisi kepedulian terhadap masyarakat bawah juga tidak tampak pada peristiwa Nyoman Minta di Nusa Dua Bali. Walaupun bisa dilihat dari sisi kelemahan keamanan menjaga tamu VVIP, namun sangat terlihat bahwa jarak presiden dan rakyatnya semakin jauh. Pemerintah semakin tidak punya empati terhadap kondisi riil yang dialami rakyat dilapisan bawah. Yang dibicarakan adalah resuffle, bagaimana anggaran, dan politik politik lainnya. Dalam ukuran makro dan skematis teoritis. Namun implementasi di lapangan tampak nihil. Terbukti dengan jembatan tali dan semakin jauhnya pemimpin dengan yang dipimpin di Nusa Dua Bali. Dalam konteks yang lebih luas, dapat terlihat negara ini mulai memasuki fase pra kegagalan publik. Dari contoh yang sederhana, kehidupan sehari-hari di Ibukota yang semakin semrawut, simpang siur kebijakan, panjangnya proses birokrasi, dan permainan politik dalam kabinet. Sedih, miris, dan trenyuh melihatnya. Coba bandingkan dengan bagaimana mewahnya persiapan di Istana negara, hebatnya persiapan di konferensi Asean, dan event-event nasional pemerintahan. Semoga pemimpin kita mau peduli, setidaknya mau membuka empati untuk mengerti kebutuhan, kondisi riil dari yang dipimpinnya, bukan hanya berdasarkan asumsi dan survey belaka. Salam Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun