Beban utang pemerintah saat ini kian memberat. Hal ini seiring degan lonjakan pemerintah utang untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang besar akibat dampak pandemi Covid'19. Dengan kondisi seperti itu tentunya Indonesia juga akan menambah jumlah utang luar negeri. Seiring berjalannya waktu tentunya utang pemerintah juga memiliki bunga yang wajib dibayarkan oleh pemerintah itu sendiri. Tujuan pemerintah Indonesia melakukan utang luar negeri seperti penanganan Covid'19, pembangunan infrastruktur dan lain-lain.
Pemerintah menetapkan pembayaran bunga utang dalam RAPBN 2021 sebesar Rp373,3 triliun. Jumlah tersebut naik dari APBN Perubahan 2020 yang sebesar Rp338,8 triliun. Pemerintah memaparkan pembayaran bunga utang itu sendiri dari pembayaran utang dalam negeri sebesar Rp355,1 triliun dan pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp18,15 triliun.
Pembayaran bunga utang diarahkan untuk menjaga akuntabilitas pengelolaan utang dan meningkatkan efisiensi bunga utang pada tingkat risiko terkendali pemilihan komposisi utang yang optimal. sementara itu, pemerintah menetapkan pembiayaan utang sebesar Rp1.142,5 triliun. Angkanya turun dibandingkan dengan tahun 2020 sebesar Rp1.220,5 triliun.
Pemerintah menetapkan defisit anggaran 2021 sebesar 5,5 persen. Angka ini naik prediksi sebelumnya yang berada di kisaran 4,5 persen sampai 4,7 persen. Pemerintah menargetkan total belanja dalam RAPBN 2021 sebesar Rp2.747,5 triliun. Sementara, pendapatan negara hanya Rp1.776,4 triliun dan rasio belanja bunga utang terhadap pendapatan negara apabila dihitung akan mencapai 21,4 persen. Rasio belanja bunga utang tahun ini tampak lebih tinggi dibandingkan dengan rasio bunga utang pada tahun 2020.
Semakin besar rasio mengindikasikan beban bunga utang meningkat dan kapasitas pendapatan untuk mendorong kebutuhan yang produktif makin mengecil. Hal ini berarti kerentanan fiskal meningkat. BPK mengungkapkan rasio belanja bunga utang Indonesia sudah melampaui batas atas maksimal yang direkomendasikan International Monetary Fund (IMF) sebesar 10 persen sejak 2015. Peningkatan rasio ini menunjukkan bahwa peningkatan belanja bunga tidak diiringi oleh peningkatan penerimaan negara.
Sehingga dari keadaan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan kebijakan untuk pembiayaan utang tahun depan adalah dengan mengoptimalkan lelang Surat Berharga Negara (SBN). Selain itu, pemerintah juga masih mengedepankan penerbitan SBN untuk ritel. Dengan cara tersebut, Sri Mulyani berharap pemerintah bisa mendapatkan biaya utang yang paling kompetitif. Artinya biaya utang tersebut masih sesuai dengan kapasitas pemerintah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H