Mohon tunggu...
Widiatanti
Widiatanti Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Universitas Negeri Surabaya

Hai Saya Widiatanti mahasiswi aktif Ilmu Komunikasi UNESA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Standar Peran Gender di Masyarakat dan Wacana Media Mempengaruhi Terbentuknya Cinderella Complex pada Perempuan Indonesia?

5 April 2024   12:35 Diperbarui: 7 April 2024   08:47 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pixabay.com

Mengenal Perbedaan Gender dan Sex

Istilah gender merujuk pada atribut yang dibentuk dan disematkan secara kultural terhadap laki-laki maupun perempuan. Berbeda dengan jenis kelamin (sex) yang terbentuk secara alami (nature) di mana laki-laki memiliki penis, prostat, jakun, dan menghasilkan sperma serta perempuan yang memiliki rahim, vagina, atau payudara, gender terbentuk dari konstruksi manusia melalui proses sosial dan kultural (nurture) yang cukup panjang. 

Dalam jurnal berjudul "Konstruksi Sosial Gender di Masyarakat" karya Muhammad Hananda Firdausy,  mengungkapkan bahwa adanya gender kemudian akan membentuk stereotip sebagai hasil dari perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang mendasari adanya diferensiasi peran (division of labor). Laki-laki sebagai seseorang yang diidentifikasi dengan instrumental/maskulin dengan ciri aktif, gagah, berani, pemimpin, pelindung. Sedangkan perempuan ditengarai sebagai seorang dengan sifat feminism seperti pemalu, lemah lembut, pemberi cinta, dan juga pengasuh. 

Keadaan ini yang akhirnya menghasilkan dikotomi gender, di mana perempuan disyaratkan sebagai sosok yang penurut, tidak berdaya, dan pelaku pekerjaan domestik rumah tangga seperti mendidik anak, merawat, dan menjaga kebersihan serta keindahan rumah, sebaliknya laki-laki diharapkan untuk bekerja di ranah publik seperti menjadi kepala keluarga atau pemimpin dalam keluarga yang telah diungkapkan oleh Andy Omara dalam jurnal berjudul "Perempuan, Budaya Patriarki dan Representasi".

Gender sebagai Warisan Budaya

Di Indonesia sendiri, gender dapat dianggap sebagai warisan budaya mengingat bagaimana peran dan ekspetasi di dalamnya terbentuk dari proses sosialisasi baik dalam keluarga, masyarakat, pendidikan, atau agama yang diwariskan secara turun menurun. Perbedaan anatomi antara laki-laki maupun perempuan menjadi sekat yang mampu memperjelas posisi dan pemisahan fungsi yang kemudian berkesinambungan dengan tanggung jawab dalam masyarakat, budaya atau pandangan gender itu sendiri. 

Dalam jurnal berjudul "Konstruksi Gender, Hegemoni Kekuasaan, dan Lembaga Pendidikan" oleh Marhumah mengungkapkan bahwa hadirnya pandangan tersebut kemudian memperjelas bahwa perspektif gender yang telah terbentuk di masyarakat saat ini bukan di tentukan oleh faktor biologis yang mampu dimaknai secara empiris, tetapi dikonstruksikan oleh budaya, yaitu relasi kuasa (power relation). 

Hal ini jelas menguntungkan laki-laki dan merugikan perempuan karena status peran yang melekat dalam diri seorang laki-laki dapat membangkitkan banyak asumsi yang memposisikan perempuan ke dalam subordinat laki-laki yang telah diungkapkan oleh Dra. Fransiska, dkk dalam jurnal berjudul Konstruksi Gender dalam Budaya .

Beberapa kecenderungan yang terjadi dalam masyarakat dan keluarga sehingga menyebabkan pemosisian gender dan peran yang melekat berbeda padahal sebenarnya merupakan hak universal dapat terlihat ketika kita menyaksikan bagaimana anak laki-laki tidak boleh menangis dan mengungkapkan kesedihannya sedangkan anak perempuan boleh; anak laki-laki diajarkan sejak dini untuk bisa melakukan berbagai macam hal dan sebaliknya anak perempuan tidak dibebankan kepada permasalahan yang besar.

Proses pewarisan inilah yang akhirnya menjadikan anak terbawa untuk memegang ajaran apa yang tidak boleh perempuan lakukan namun laki-laki boleh melakukannya begitupun untuk anak laki-laki terdapat suatu hal yang seharusnya dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukannya, sebagaimana yang dikenal dengan konsep ideologi peran gender (Gender role ideology, Matsumoto, 1996).

Implikasi lebih lanjut dalam peran gender ini adalah munculnya tuntutan universal sebagai dukungan dalam proses sosialisasi yang menyatakan bahwa laki-laki akan nyaman apabila terlibat dalam suatu hubungan dengan dominansi alih-alih kesetaraan. Begitu juga perempuan yang kemudian mempengaruhi psikis mereka sehingga merasa bahwa ia adalah sosok yang membutuhkan perlindungan dari laki-laki, dan butuh sesuatu dari luar untuk dapat menolongnya, dalam hal ini adalah sosok laki-laki. Kondisi ini idealnya disebut sebagai Cinderella Syndrome atau Cinderella Complex.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun