oleh Widiana Lestari mahasiswa FIS UNJÂ
Rasanya sudah tidak asing lagi jika warga Indonesia khususnya aktivis dan para mahasiswa mendengar kata "merdeka belajar" yang sudah lama di sebut-sebut oleh bapak Menteri Nadiem Makarim. Bapak Menteri kita sudah sering sekali menyebut kata tersebut, yah apa lagi jika bukan merdeka belajar. Lalu, apakah yang dimaksud dengan merdeka belajar dan seberapa pentingkah merdeka belajar tersebut dalam hal perombakan pendidikan Indonesia yang lebih baik?.
Secara singkat, merujuk apa yang dikatakan oleh bapak mentri Nadiem Makaraim, merdeka belajar itu, ya tentang kemerdekaan seseorang dalam berpikir, merdeka dalam menikmati proses pembelajaran dengan bebas tanpa hambatan serta tekanan psikologis sekitar yang terus menggeogoti dan menjadi momok dalam proses pembelajaran. Harapannya dalam konsep merdeka belajar ini, siswa bisa lebih mandiri untuk belajar dan mendapat pemahaman serta merdeka belajar juga menekannkan pentingnya membangun suasana belajar yang menyenangkan anata guru atau pendidik dan siswa, dimana para siswa diberi hak untuk berinovasi sesuai dengan minat dan ekspresi mereka.
Berbicara mengenai konsep dari merdeka belajar yang gaungkan oleh bapak mentri Nadiem Makarim, sebenarnya konsep ini sudah ada sejak lama dan di pakai oleh berbagai Negara di belahan dunia ini. Orang pertama kali yang memperkenalkan konsep dari merdeka belajar adalah seorang filsuf dan psikolog kondang yang namanya harum hingga saat ini. Siapa lagi jika bukan Jhon Dewey dan dari Diana inilah konsep pembelajar "merdeka" lahir. Ia  merupakan ketua dari American Psychological Association tahun 1899. Ia yang kemudian dikenal dunia sebagai Father of Educational Philosophy. Jhon Dewy lah yang pertama kali membawa ''spirit merdeka belajar, sejak muda sudah mulai  kelihatan jiwa-jiwa merdeka belajarnya. Ia selalu mencari tahu pengetahuan baru yang ingin ia dalami terutama dalam hal filsafat. Terlepas dari mata kuliah yang ia ambil. Dia selalu menginginkan hal baru, mutakhir, dan eksperimental. Bacaan-bacaan Dewey yang mengarah ke sains, membuat ia tertarik pada pendekatan filsafat yang positivism.
Sumbangsih terbesar John Dewey yang paling terasadi bidang pendidikan yaitu aliran filsafat progresivisme, progresivisme sering dikaitkan dengan kata progres yang artinya perbaikan atau kemajuan. John Dewey mempelopori gerakan ini karena ingin menekankan bahwa proses belajar itu harus secara holistik, dimana kita bisa menerapkan kecerdasan yang kita miliki untuk mengembangkan kehidupan personal kita. Menekankan pada segi kebermanfaatan bagi kehidupan kita, serta bukan semata0mata hanya untuk mengejar nilai di atas kertas saja.
Singkatnya, pendidikan bisa dikatakan berhasil ketika ketika individu bisa terlibat aktif dalam proses pembelajaran serta mendapat banyak pengalamanan untuk bekal kehidupan kelak. Sebagai pelajar, berdasarkan sudut pandang pemikiran Jhon Dewey ini, seorang pelajar sebagai seorang yang dinamis, kreatif dan inovatif harus luwes serta fleksibel. Itulah mengapa merdeka belajar yang dicanangkan oleh bapak Menteri Nadiem Makariem adalah sebagai perwujudan yang nyata dari pemikiran Jhon Dewey. Konsep dan tujuan keduanya sama-sama agar tercapai kemerdekaan dalam proses pembelajaran di Indonesia demi terwujudnya pendidikan yang lebih baik dimasa mendatang, sama-sama melihat fungsi pendidikan yaitu memberikan kemerdekaan dan kebebasan individu. Kemerdekaan belajar ini juga dihubungkan dengan pemahaman bagaimana siswa mempelajari sesuatu, bukan sekedar belajar "apa" nya, tetapi juga "bagaimana". Learning how to learn, dengan begitu lo dapat mencapai kemampuan untuk belajar dengan "merdeka".
Pada September 1867, John Dewey menjadi salah satu murid di District School No. 3 yang berlokasi di dekat rumahnya. Kontras dengan Davis dan Charles yang dekat sekali dengan teman-temannya, John Dewey dikenal pemalu dan suka menyendiri. Tahun 1872, Dewey mulai memasuki pendidikan menengah, di sana ia mulai bosan dengan kurikulum sekolahnya yang bertele-tele dan tidak memberikan hal baru untuknya. Karena kegemarannya dengan membaca buku, memberi keuntungan yang positif untuknya. Â Dia selalu memupuk rasa penasarannya pada buku-buku bacaan yang dipinjamnya di sekolah.
Saat duduk di bangku kuliah, di University of Vermont, John Dewey masuk kalangan mahasiswa yang diam-diam menghanyutkan akan tetapi, memang pada dasarnya beliau sangat suka dengan kegiatan "berpikir", beliau berpikir bahwa paada masa-masa kuliahnya belum memberinya gambaran soal arah hidup di masa depan. Semuai ini karena beliau berkuliah pada usia 15 tahun. Masa di mana seorang remaja sedang asik-asiknya bermain. Maka dia selalu mencari lewat lembar-lembar buku di antara 16 ribu buku di perpustakaan universitasnya. Dewey muda, sejak mula ememang sudah kelihatan jiwa-jiwa merdeka belajarnya. Ia selalu mencari tahu pengetahuan baru yang ingin ia dalami terutama dalam hal filsafat. Terlepas dari mata kuliah yang ia ambil. Dia selalu menginginkan hal baru, mutakhir, dan eksperimental. Bacaan-bacaan Dewey yang mengarah ke sains, membuat ia tertarik pada pendekatan filsafat yang positivism.
Dari situ, Dewey menyadari bahwa pengajar harusnya tidak sekedar ngasih pengetahuan banyak-banyak, tetapi juga harus melatih thinking skills siswanya. Dengan melatih pola pikir ini lah, Dewey berharap anak punya kebebasan untuk belajar apapun secara "merdeka" tapi tetap dalam koridor thinking skills. Jika kita pernah mendengar "learning by doing", itu adalah salah satu warisannya John Deweysenenarnya belajar itu menyenangkan, asalkan kita jangan hanya paham akan teorinya, tetapi paham akan aplikasinya dalam kehidupan nyata kelak dan itu membuat semua akan lebih di ingat oleh otak.
pendidikan itu bagian dari hidup,begitulah John Dewey berucap. Jadi, dalam hal ini Dewey ingin , jika ilmu pengetahuan di kelas bisa direfleksikan di kehidupan nyata. Dewey jarang sekali menyuruh siswanya menghafal materi-materi, tapi lebih pada mengajak berpikir dan berefleksi kira-kira yang kita pelajari kaitannya dengan  kehidupan nyata seperti apa? . Kurang lebih seperti itu, sama dengan konsep merdeka belajar yang dicanangkan oleh bapak menteri pendidikan rebuplik indonesia. Meskipun pengimplementasiannya tidak mudah dan masih pro dan kontra yang membuatnya sampai saat ini belum kunjung terlaksana.
Teori John Dewey ini sebenarnya sudah banyak diaplikasikan oleh berbagai sekolah di seluruh belahan dunia. Saya selalu berharap sekolah-sekolah di Indonesia juga memiliki concern yang sama. Harapan saya, program Merdeka Belajar akan menjadi langkah awal sekaligus nafas panjang nan segar bagi pendidikan di Indonesia yang lebih baik nantinya.Karena yang paling penting adalah gimana kita punya kemauan dahulu untuk belajar dari dalam diri, seterusnya tidak ada lagi belajar hanya menjadi beban. Karena saya sendiri sangat bersemangat belajar ketika ada pelajaran yang sesuai dengan minat saya dan semua proses pembelajaran tersebut tersa asyik serta menyenakan, tidak ada keretpaksaaan atau beban dalam pembelajran di sekolah. Karena proses belajar tidak sesempit hanya di dalam kelas saja, di harapkan kedepannya mampu di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.