Mohon tunggu...
Fajar Widiantoro
Fajar Widiantoro Mohon Tunggu... -

membuka cakrawala pandang lewat dunia maya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

waljinah, satu kata sejuta kisah....

24 Juni 2011   19:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:12 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu lalu aku mulai gabung dengan sebuah majalah menjadi seorang kontributor berita diwilayah solo. Majalah dengan konten  berita soft news menantangku untuk menulis sebuah artikel mengenai sosok yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan budaya dan kesenian. Lantas dengan sigap dalam benakku muncul perempuan dengan tanlenta bernyanyi yang luar biasa. Dia adalah waljinah.  Beberapa hari kemudian, aku merencanakan untuk soan kerumahnya, membuat janji kapan bisa wawancara dengan wanita paruh baya itu. Tepatnya hari minggu ,19 juli 2011 aku berhasil wawancara dengan perempuan bersuara emas ini. Berikut sekilas reportase sosok waljinah......

Saat berumur 12 tahun, tepatnya kelas 2 smp waljinah diajak sang kakak untuk ikut bernyanyi. Setelah mengetahui bahwa adiknya memiliki suara emas, waljinah di didik untuk bisa menggali lebih dalam potensi suaranya. Sang kakak, munadi beserta istrinya yakin bahwa si adik akan menjadi seorang bintang. Mulanya bakat itu diketahui, ketika Mulyadi berusaha melantunkan lagu tersebut, namun sayangnya belum bisa menjiwai lantaran langgam keroncong itu sangat sulit dinyanyikan. Namun betapa terkesannya, si adik mampu menyanyikan lagu itu dengan sempurna. “kakak saya yang sebetulnya ingin bisa bernyanyi, bukan saya”, candanya. Lagi pula lagu jenis itu memiliki karakter yang begitu khas sehingga jarang sekali orang menirukannnya. “Lucunya, waktu itu sang kakak mengajarkannya langgam keroncong itu pada saya, padahal dia merasa belum bisa menyanyikannya”, tuturnya. Di jamannya, hanya ada jenis irama yaitu langgam, seriosa, dan hiburan. Namun berbagai jenis musik yang ada di masa itu, waljinah jatuh hati pada musik keroncong karena kualitas suara yang dimilikinya sudah berciri khas keroncong.

Lagu yang diajarkan sang kakak adalah Oh Bintangku ciptaan Marjo Kahar, lagu yang pertama kali dinyanyikan di atas panggung hiburan. Lagu itu menjadi pengantar waljinah menjajaki berbagai panggung di tanah air. Untuk mengenalkan lebih dekat lagi dengan musik keroncong, munadi sering kali mengajak ke berbagai perkumpulan keroncong yang ada di solo. Namun sayang, usahanya tidak berjalan sesuai harapan karena kedua orang tuanya pada saat itu tidak menyukai kalau putrinya bernyanyi. Setiap kali ingin berumpul, tak tanggung-tanggung waljinah nekat lompat dari jendela rumah agar bisa berlatih dengan grup keroncongnya.

Waktu 1.5 jam berjalan rasa-rasanya baru beberapa menit yang lalu aku memulai pembicaraan. Ya memang begitu, ngobrol dengan ibu waljinah memang tidak pernah ada habisnya. Pengalaman yang begitu banyak tidak bisa diukur dengan ungkapan apapun, satu kata tercetus mulutnya serasa memiliki berjuta kisah yang begitu menarik dan mengesankan. Dari kecil hingga mengijak usia senjanya tetap saja rohnya menggebu-gebu untuk terus berkarya...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun