Gemuruh laju kereta memelan; berhenti. Ini adalah kota yang kami tinggalkan demi kemerdekaan. Kami turun dengan bangga. Haru membuncah perlahan. Terdengar sorak sorai para penjemput.Ya, kami adalah pahlawan. Sekutu telah kami usir dari tanah tercinta. Ya, aku sangat bangga. Kusapu wajah para penjemput. Dan kutemukan disana, Gadis yang dahulu menjahitkanku pakaian untuk bertempur. Aku berlari dan memeluknya. Iapun menangis.
“Dimana ibumu? Tidak menjemput ayah?”
Anakku memandangku kosong.
“Ibu lari dengan komandan Sekutu Pak.” Ucapnya tersengal.
Jantungku serasa berhenti.
“Syukurlah”. Kupalingkan wajahku ke belakang. Perawat cantik tersenyum padaku. Dia mengelus rambut anakku. Akupun tersenyum, memandang perutnya yang genap 6 bulan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H