"Ahokisme" adalah sebuah istilah saja untuk memudahkan mengkategori atau mengklasifikasikan sebuah kelompok atau individu atau partisan yang memposisikan sosok Ahok atau Basuki Tjahaya Purnama senantiasan berada pada posisi penting di berbagai bidang atau lembaga. Seperti yang selama ini bisa dilihat bahwa nama Ahok cukup frekuentif diposisikan sebagai figur atau sosok yang terperhitungkan. Semenjak bebas dan selesai menjalani proses hukum yang menjeratnya beberapa waktu silam, nama Ahok tidak lantas layu menghilang. Nama Ahok justru mengejutkan karena beberapa hal seperti nominasi dan ditetapkan dirinya sebagai komisaris utama pertamina, dan belakangan menjadi kandidat Pimpinan Badan Otoritas Ibukota Baru.Â
Di berbagai diskusi kecil di warung kopi, "Ahokisme" ini dibaca dan dipersepsikan beraneka ragam. Ada yang mengidentifikasi bahwa seringnya memunculkan nama Ahok, tidak lain adalah sebuah gerakan untuk "memudarkan" popularitas Anies Baswedan yang belakangan juga moncer secara signifikan dari kacamata popularitas sebagai sosok daftar nama kandidat pilpres 2024.Â
Ada yang menyebutnya sebagai pengkondisian politis untuk memecah fokus popularitas yang mulai kelihatan pada sosok Anies Baswedan.Â
Analisis warung kopi ini sah-sah saja, karena bisa dipahami bahwa pilpres 2024, tentu akan menjadi momentum menarik karena akan hadir figur-figur yang bisa jadi mengejutkan dan tentu menarik perhatian.
Mempopulerkan nama Ahok alias Basuki Tjahaya Purnama, dalam konteks yang demikian bukanlah dapat diartikan sebagai pasti menempatkan Ahok sebagai nominator di kontestasi 2024, akan tetapi bisa jadi Ahok hanya dipergunakan sebagai  "pemecah ombak" agar popularitas Anies Baswedan terurai dan terbagi. Â
Beberapa kalangan  yang sudah bersiap-siap dan memiliki agenda untuk beradu di 2024 tentu berkepentingan untuk mengurai favoritas Anies Baswedan yang saat ini menjadi Gubernur DKI.
Dicalonkannya Ahok sebagai kandidat calon Pimpinan Badan Otoritas Ibukota Baru, secara politis bila ini nanti benar-benar menjadi milik Ahok, maka secara sederhana tentu menjadi titik pusat perhatian baru yang bisa jadi berpengaruh terhadap favoritas Anies Baswedan.Â
Publik tentu akan memiliki referensi baru yang hadir, satu sebagai gubernur di ibukota negara lama, dan satu sebagai pimpinan di calon ibu kota negara  yang baru. Artinya, bila gubernur DKI selama ini memiliki kans yang potensial untuk maju di RI 1 maka bukan tidak mungkin pemangku pimpinan calon ibu kota negara yang baru juga memiliki kans yang sama untuk maju di RI 1 atau RI2.Â
Hanya saja seperti sering dimunculkan dalam diskusi-diskusi santai  pojokan  warung kopi, pemunculan nama Ahok dianalisis bukanlah untuk menempatkannya pada posisi puncak kontestasi 2024. Ahok hanya dipergunakan untuk membuka peluang masuk bagi figur lain yang sudah dipersiapkan namun popularitasnya masih belum signifikan.Â
Satu-satunya yang memungkinkan untuk memudarkan popularitas Anies Baswedan adalah menyandingkan nama Ahok sebagai penyeimbangnya. Hanya pertanyaannya adalah benarkah Ahok masih memiliki "magnet" yang mampu mengurai fokus popularitas Anies Baswedan ? Inilah yang tentu memiliki banyak jawaban juga.Â
Akan tetapi popularitas Ahok memang sangat mungkin untuk diperhitungkan. Setidaknya Presiden Joko Widodo sendiri masih cukup frekuentif menempatkan nama Ahok sebagai kader andalan untuk membangun bangsa ini. Hanya bukti nyata tentu masih dinanti, apakah Ahok benar-benar kualifide sebagai sosok yang sangat layak untuk diperhitungkan sebagai figur penting di negeri ini.