Kegiatan "outbound" atau kegiatan belajar di luar kelas memang mengasyikkan dan sangat menarik untuk para peserta didik. Selain belajar menjadi tidak membosankan, kegiatan belajar di luar kelas dengan model "outbound"  juga merupakan model pembelajaran yang kreatif memiliki  beberapa keunggulan bila dibanding pembelajaran yang berada di kelas.
Hanya saja, bila tidak dikelola dengan sempurna, kegiatan"outbound" ini memiliki beberapa resiko dari yang kecil hingga membahayakan keselamatan para peserta didik dan pembinanya. Beberapa kasus dari kegiatgan "outbound" yang mengalami musibah, kecelakaan, dan beberapa permasalahan yang ditimbulkan merupakan contoh bahwa kegiatan "outbound" tidak dapat diselenggarakan dengan ala kadarnya.
Ada beberapa persiapan atau tahapan-tahapan yang sebaiknya di perhatikan oleh penyelenggara kegiatan. Pertama, legalitas kegiatan"outbound" harus ada. Legalitas ini sangat penting, sebagai payung hukum kegiatan "outbound" yang dikerjakan oleh penyelengara. Bila suatu saat ada permasalahan, atau ada hal-hal yang tidak diinginkan dari kegiatan ini bila sudah memiliki payung hukum kegiatan, maka resiko yang ditimbulkan relatif lebih mudah dalam penyelesaiannya.
Payung hukum kegiatan "outbound" ada dimana ? Legalitas atau payung hukum kegiatan "outbound" dapat dilihat dari apakah kegiatan tersebut sudah dimasukkan dalam program kegiatan sekolah pada tahun tersebut. Tercantumnya suatu kegiatan pembelajaran pada program sekolah mutlak karena  dari situlah legalitas suatu kegiatan dapat dilaksanakan.Â
Legalitas sebuah kegiatan di sekolah juga berkonsekuensi dengan legalitas pembiayaan. Sebuah kegiatan yang sudah masuk dalam program kegiatan sekolah maka secara otomatis akan masuk pada unsur pembiayaan pada RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah), masuk pada RAKS (Rencana Anggakaran Kegiatan Sekolah) serta RKS (Rencana Kegiatan Sekolah).
Namun demikian, masukkan sebuah program ke dalam RAPBS ataupun RAKS dan RKS, tidak selalu menjamin seratus persen bahwa kegiatan tersebut secara otomatis menjadi sungguh-sungguh memenuhi unsur legalitas. Hal ini bila mana dalam penyusunan RAPBS ataupun RAKS serta RKS, tahapan-tahapan penyusunan dan penetapannya tidak melalui tata aturan penyusunan RAPBS.Â
Bisa saja sebuah kegiatan "dimasukkan" sebagai program dalam RAPBS tetapi tidak melalui proses dan tahapan yang benar. Meski secara "dejure" kegiatan tersebut memenuhi unsur legalitas tetapi proses penyusunannya bisa saja menjadi cacat atau lemah karena tidak melalui tahapan yang benar.
Kedua, koordinasi antar pihak. Kegiatan "outbound" tentu tidak mungkin dilakukan sendirian. Harus melibatkan antar pihak terkait guna  kelancaran dan kesuksesan kegiatan yang direncanakan. Koordinasi ini sangat mutlak, baik melalui rapat koordinasi persiapan, maupun dukungan koordinasi melalui forum-forum koordinasi yang dilakukan melaui grup medsos,  alat komunikasi lainnya yang mendukung terkoordinirnya sebuah kegiatan secara prima dan matang.
Lemahnya koordinasi dapat mengakibatkan fatal. Setidaknya dapat mengganggu kelancaran pada pelaksanaan kegiatan. Maka sebenarnya sebuah keanehan saja bila  ada sebuah kegiatan di sekolah kepala sekolahnya sampai tidak tahu. Maka fungsi koordinasi ini pasti lemah dan patut dipertanyakan.
Ketiga, sosialisasi atau kampanye kegiatan.  Sosialisasi atau kampanye kegiatan kepada unsur-unsur yang diperlukan merupakan tahapan yang sangat penting dilakukan. Sosialisasi ini untuk mendukung pemahaman berbagai pihak khususnya yang  terkait langsung maupun tidak langsung terhadap jalannya kegiatan. Â
Bila kegiatan "outbound" ini melibatkan peserta didik, maka wajib hukumnya mensosialisasikan kepada orang tua atau wali murid. Fatal dan bahaya sekali bila orang tua tidak mendapatkan sosialisasi atau pemberitahuan tentang kegaitan ini. Penyelenggara kegiatan mempunyai kewajiban untuk memberi informasi sejelas-jelasnya kepada  orang tua peserta. Bentuk sosialisasi bisa beraneka ragam untuk dipilih tetapi yang paling penting orang tua harus mendapat akses informasi seacra jelas.