Mulutmu,  harimaumu.  Ocehanmu penjara buatmu.  Barangkali itulah seuntai kata yang pas untuk  menggambarkan  resiko bila kita gegabah memosting kata di media bernama medsos. Â
Cerita pilu para istri pejabat yang tiba-tiba berurusan dengan hukum,  bahkan sampai suami harus dicopot jabatannya gara-gara tulisannya di media, menunjukkan tidaklah segampang  itu nemahami kebebasan menyampaikan pendapat dimedia sosial.Â
Ada yang menarik dari beberapa peristiwa belakangan ini yang menyeret ibu - ibu istri pejabat akibat tulisannya dimedia sosial. Pertama tren para istri pejabat yang telah menjadikan media sosial sebagai gaya hidup. Tidak mau cuma urusan darma wanita dan arisan berkala saja yang diikuti. Tetapi ibu ibu istri pejabat ini tidak mau ketinggalan juga mulai kecanduan untuk ikut bercengkerama di dunia medsos. Â
Di grup  WA,  di facebook,  instagram dan blog pribadi. Mereka sudah familiar dengan dunia maya. Tidak sedikit pula kaum emak-emak yang tiba-tiba menjadi pengamat politik. Menjadi pembela kaum papa, menjadi pemerhati kesehatan, dan tidak ketinggalan pula yang bermedsos sekedar untuk  pajang foto selfi ria, curhat keluarga, diskusi dapur, sampai pada (barangkali) curhat soal para suami.
Hal yang sama juga terjadi pada gejala bersosialisasi yang bergeser dari kondisi keterkungkungan dalam ruang lingkup terbatas, beralih ke pola interaksi sosial yang lebih luas dan terbuka.Â
Fokus aktivitas yang semula terbatas pada empat dinding tembok rumah, saat ini sudah menampilkan perilaku aktivitas berselancar di dunai maya yang hampir tidak terbatas. Istri tidak lagi menampakkan figur pribadi yang kurang gaul, "konco wingking" belaka, tetapi sudah menjadi pribadi yang memiliki kualitas wawasan yang jauh lebih hebat dari sebelumnya.Â
Dari perkembangan perubahan perilaku emak-emak inilah, tidak mustahil bila mana apersepsi mereka tentang dunia menjadi tidak dapat disepelekan atau dianggap tidak terlalu signifikan. Tidak mengherankan pula bila kemudian, karena jelajahnya di dunia maya yang hebat, lalu memunculkan sikap kritis yang teranalisis.Â
Sikap antipati serta emosi yang tinggi merespon berbagai peristiwa atau pun fenomena-fenomena baru yang hadir di depan matanya. Oleh karenanya mempersepsikan istri dirumah sebagai seorang wanita yang tidak tahu apa-apa, bisa jadi menjadi awal kebodohan suami untuk kemudian menjadi  tertipu dengan kemajuan pesat istri.Â
Penjelajahan dunia maya melalui berbagai aktivitas media sosial yang diikuti para ibu-ibu pejabat dan para wanita lainnya, bukan tidak mungkin mampu dimanfaatkan sebagai bagian dari pola indoktrinasi kepentingan yang berpotensi besar sebagai bangunan kekuatan untuk suatu saat digunakan mengimplementasikan dan mengegolkan kepentingan-kepentingan tertentu. Bisa saja politik, bisa saja kepentingan ekonomi, budaya, sampai pada kepentingan paham tertentu.
"Nyinyirnya" cuitan ibu-ibu yang berakhir dengan persoalan hukum adalah contoh kongkrit dari proses internalisasi nilai dan norma yang tertanam sebagai hasil dari proses eksplorasinya di dunia medsos.Â
Internalisasi nilai yang kemudian bersirkulasi dengan kecenderungan sikap kejiwaan dan kondisi mental psikologis, menjadi perangsang yang potensial untuk dieksplore dengan bebas di dunia maya.Â