Mohon tunggu...
Widia N
Widia N Mohon Tunggu... -

Seorang ibu rumah tangga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tragedi di Sekolah Jakarta International School

18 Juli 2014   07:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:00 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya adalah seorang Ibu dari 2 anak yang bersekolah di Jakarta International School. Menulis cerita ini dari lubuk hati yang terdalam, Saya hanya ingin mengungkapkan fakta dan kebenaran, biarlah orang yang membaca bisa melihat dengan mata dan hati mereka dan memikirkan dengan akal budi yang sehat mengenai kasus ini. Semestinya orang berpikir, resiko paling besar adalah anak anak kami apabila benar seperti yang dituduhkan adanya seorang pedophile di sekolah kami. Semestinya kami orangtua murid inilah yang seharusnya paling khawatir dan bukanlah orang lain. Saya yakin tidak ada orang tua yang mau demi menjunjung nama sekolah, kemudian kami tutupi pedophilia berkembang. Saya lebih dari sangat setuju apabila benar ada pedophile di sekolah kami, dalami penyelidikan dan hukumlah orang itu seberat beratnya. Karena anak anak ini kami masih disana. Namun semua itu harus berangkat dari kebenaran. Selaku orang tua, kita selalu mengingatkan anak anak kita, janganlah takut membela kebenaran. Dikarenakan itu, saya juga tidak akan mentolerir apabila ada orang yang tidak bersalah dikenai hukuman.

Pada waktu kasus ini terkuak, saya sebagai ibu merasa teriris, mengetahui anak TK diperlakukan sangat biadab oleh beberapa pegawai ISS. Trenyuh, sedih, kecewa, marah bercampur aduk. Karena, saya sendiri memiliki seorang anak laki laki. Beberapa malam, saya pun gelisah, seakan teringat kembali ketika anak saya kembali berada di TK JIS. Terbayang apabila itu terjadi pada anak saya. Maka saya berniat mencari tahu lebih banyak lagi dan untuk itu, saya datang ke pertemuan yang diadakan orang tua dari si korban. Sungguh heran bercampur kagum mendengar orang tua korban mau berbagi cerita. Disana dengan gamblang ibu dari korban pertama menceritakan apa yang terjadi pada si anak. Tidak ada tetes air mata. Yang saya lihat hanyalah kemarahan semata. Saya bisa memaklumi, seorang ibu pasti akan sangat terpukul. Ibu dari korban kedua pun ada disana, yang dengan bangganya bercerita ketika pegawai ISS akan melakukan perbuatan keji itu, si anak bisa meloloskan diri. Saya ingat betul tidak ada kata kata dari mereka bahwa guru dan asisten guru terlibat dalam hal ini.

Beberapa waktu kemudian, seiring berita yang selalu miring mengenai JIS, saya membatin betapa banyak orang diluar yang selalu menhujat JIS tapi sama sekali mengetahui apa yang selama ini JIS pernah lakukan kepada staff Indonesia yang bekerja disana, kepada yayasan anak yatim piatu yang kami dukung, dan kegiatan kegiatan sosial lainnya yang banyak membantu masyarakat Indonesia yang berkekurangan. Banyak sekali kegiatan sosial yang tidak pernah digembar gemborkan oleh sekolah ini dikarenakan kami tidak semata melakukan ini hanya untuk menarik perhatian masyarakat. Saya sendiri juga heran, sebagai salah seorang orang tua murid yang aktif berpartisipasi, saya tahu betul banyak sekali orang asing yang berpartisasi lebih dari orang Indonesia sendiri. Salah satunya mereka datang ke ‘Sekolah Kami’. Sekolah Kami adalah Sekolah atau bisa dikatakan tempat untuk anak para pemulung belajar. Sekolah Kami didirikan oleh seorang dokter yang sangat mulia, Dr. Irina Amongpradja. Ibu ibu orang asing ini membantu dari membuat perpustakaan kecil, memberikan pelajaran bahasa inggris, mengurus keperluan yang dibutuhkan anak anak pemulung, menjual buatan anak anak Sekolah Kami seperti sabun dan banyak lainnya di salah satu toko yang dikelola oleh orang tua. Kegiatan ini tidak hanya diadakan sebulan sekali, melainkan setiap hari selasa dan kamis selama dua semester pelajaran. Sudah jelas apa yang mereka kerjakan tidaklah dibayar sepeser pun. Hati nurani mereka lah yang tergerak untuk melakukan hal itu. Arogankah kami? Mungkin pembaca bisa menanyakan kepada ‘Sekolah Kami’, kepada ‘panti asuhan Al Khairiyah’ (Terogong), kepada ‘XS Village’, kepada ‘Sekolah Bulan Sabit’ (Terogong), kepada ‘Sekolah Abigail’ (Pamulang), kepada masyarakat Mauk, Tangerang dan Babakal, Madang, Sentul yang kami bantu buatkan perumahan, program pendidikan dan kesehatan gratis. Adapula seorang pelajar JIS yang memikirkan membuat perpustakaan di Madura. Dengan beberapa teman dan ibunya, mereka berangkat kesana, membuat perpustakaan kecil untuk anak anak disana. Tidak ada satupun perpustakaan disana. Apakah itu bukan tindakan yang mulia? Dimana tidak ada orang Indonesia yang berpikiran seperti itu selama bertahun tahun. Dan sekarang dengan adanya kasus ini terkuak, banyak orang dengan gamblang mengatakan ini Asing vs Indonesia??

Itu hanya sekilas mengenai JIS. Mungkin saatnya saya membeberkan salah satu guru yang dituduh melakukan perbuatan biadab itu.Saya memegang salah satu posisi di organisasi orang tua murid, maka sangatlah sering saya harus berada di sekolah untuk berdiskusi kegiatan kegiatan yang kami lakukan. Salah satu guru yang sering saya temui adalah Neil Bantleman. Berperawakan tinggi, halus tutur katanya, dia adalah guru yang mengolah kurikulum sekolah dan kegiatan kegiatan sosial yang dikerjakan oleh komunitas JIS. Dialah yang selalu memotifasi para ibu ibu baik orang Indonesia maupun asing untuk selalu aktif dalam kegiatan sosial.

Tuduhan yang diarahkan kepada Neil Bantleman, bahwa dia dibantu salah satu guru asisten kelas 1 menyeret dengan paksa anak anak korban itu dan melakukan kekerasan seksual kepada 2 anak TK di tempat kepala sekolah kami. Ruangan yang dituduhkan sayangnya selalu berubah ubah, pertama di ruangan Elsa, kemudian berubah diruangan Neil yang berseberangan dengan ruang Elsa. Dan ketiga berubahke ruangan diatas dimana guru dan asisten guru makan siang dan rapat. Selama ini wartawan selalu bertanya adakah bukti kuat yang bisa meringankan kedua tersangka? Bahwa dia seorang guru professional yang mempunyai integritas baik tidak lagi meyakinkan publik. Maka marilah kita liat dari sisi lain. Mari kita lihat ruang TKP yang dituduhkan. Saya sungguh heran, tidak kah polisi melihat kejanggalan yang sangat jelas? Apa mereka sudah tertutup hati nuraninya dikarenakan anak sebagai pelapor dan mengatakan dia sebagai korban? Ruang yang dituduhkan layaknya seperti akuarium! Ruangan ini terletak sangat strategis untuk menuju ke semua tempat di sekolah. Apalagi ruangan itu tidak hanya satu, ada 3 ruangan lainnya yang juga terbuat dari kaca dari bawah sampai atas. Kamipun, orang tua murid yang sangat aktif sangatlah sering berkumpul di ruangan salah satu konselor yang berada berseberangan dari ruang yang dituduhkan. Oh, ya harus diingat bahwa kejadian yang dituduhkan itu terjadi pada waktu jam sekolah. Sangat jelas, ini tidak masuk akal. Sekolah ini tidaklah kecil, banyak sekali staff pengajar, asisten guru, orang tua murid dan staff administrasi yang berjumlah 5 orang dan satpam wanita yang berada didaerah yang sama. Belum lagi staff cafeteria atau murid murid yang akan menuju ruang theater atau ruang lainnya bisa melihat dengan jelas ruangan ruangan kaca ini. Maka, saya tekankan sudah jelas banyak sekali orang yang melewati ruangan ruangan ini, apabila kita perumpamakan jalan, jalan itu adalah seperti jalan raya Sudirman. Tidak pernah sekalipun lenggang dan sunyi sepi. Apalagi jam sekolah, semua berseliweran! Perlu saya jelaskan juga ruangan diatas adalah ruangan besar, sangat besar dan terbuka, banyak staff, konselor, orang tua murid, memakai ruangan itu untuk sekedar minum teh atau rapat kecil. Langsung muncul dibenak saya berapa orang yang harus dipaksa bungkam apabila tindak kekerasan seksual itu terjadi?

Kedua, sang ibu korban pertama menuduh JIS bahwa ruangan ini direnovasi begitu tuduhan terhadap guru muncul. Waduh waduh salah kaprah, jelas jelas ruangan ini sudah begini adanya dari Agustus 2013 ketika pertama kali anak anak mulai masuk sekolah. Apabila mereka tidak percaya, saya rasa banyak orang yang bisa ditanya mengenai ini. JIS tidak bisa membungkam beratus ratus orang yang bekerja disana.

Ketiga, sang Ibu korban pertama, kedua dan ketiga selalu mengatakan bahwa yang melakukan adalah guru berambut pirang, berperawakan besar dan bertatoo tengkorak di dadanya. Hmm…herannya guru yang dinyatakan tersangka jauh berbeda dengan pernyataaan anak anak itu. Neil malah tidak mempunyai rambut alias gundul dan juga tidak bermata biru. Ferdinand apalagi, dia adalah orang Indonesia, bisakah dia mempunyai rambut pirang? Neil pun yang dipaksa membuka baju menunjukan tattoo tengkoraknya tidak mempunyai tattoo tengkorak itu. Hmm…imajinasi belaka kah ini?

Pertanyaan lain mampir dibenak saya. Apakah mereka ini hanya dipilih dikarenakan mereka adalah laki laki? Atau mungkin dipilih dikarenakan tidak ada lagi asisten guru yang berkelamin laki laki di kelas TK. Hanya ada 1 asisten guru yang berkelamin laki laki di kelas 1.

Saya juga tau bahwa Ferdinand dan Neil tidak pernah beriteraksi dengan anak anak ini. Karena pekerjaan mereka tidak ada sangkut pautnya. Dikarenakan tidak pernah berinteraksi dengan anak anak ini, maka tidaklah mungkin apabila mereka diharuskan menindak anak anak TK ini yang katanya melanggar disiplin sekolah. Apalagi menyeret mereka melalui ruangan ruangan kaca ini.

Dan juga, saya yang sering membantu guru untuk melatih anak anak belajar matematika, atau membaca tau betul bahwa seorang asisten anak kelas TK, kelas1 dan kelas 2 tidak mempunyai waktu untuk bersantai. Makan pun, kadang mereka harus terburu buru. Maka tidaklah heran kalo mereka shock atas tuduhan ini, saya pun sangat shock mendengarnya.

Saya lampirkan foto ruangan Neil (kedua darikiri)



Ruangan Elsa

1405617241977551803
1405617241977551803

Keempat, tuduhan terakhir mengatakan mereka memberikan obat tidur kepada anak anak ini. Hmm...mari saya ceritakan siapa yang berwewenang memberikan obat. Anak anak dari sejak masuk ke EC1, mereka berumur 3 tahun selalu diberitahu adanya ‘Nurse Office”. Ini adalah ruang perawatan. Yang berada disana biasanya ada nurse Dewi. Biasanya dia didampingin oleh seorang asisten. Nurse Dewi, itu panggilan anak anak lah yang berhak memberikan obat. Itupun aturannya sangat ketat. Apabila ada anak yang perlu diberikan obat (mengeluh sakit, atau demam, atau tidak enak badan), Nurse Dewi akan mengontak salah satu orang tua murid itu dan memberikan kondisi si anak, apabila orang tua murid tidak menginginkan pemberian obat, akan diberikan saran untuk menjemput anak ini.

Jadi tidak ada guru atau asisten guru yang berwewenang memberikan obat. Dan ini sangat dipahami anak anak ini. Berarti apakah kedua guru dan asisten guru ini juga harus mengikutsertakan Nurse Dewi untuk berbuat kejahatan? Wah semakin banyak daftar orang yang harus diajak kerjasama melakukan hal yang keji ini. Apakah stigma semua orang yang bekerja di JIS baik perempuan maupun laki laki seorang pedophile? Sangatlah tidak beralasan dan keji.

Apalagi yang paling mengerikan bahwa katanya Neil dan Ferdinand memberikan obat yang membuat anak itu pingsan dan kemudian dilakukanlah perbuatan biadab itu. Hah???? Ada anak pingsan di tempat yang semuanya kaca??? Dan semua tinggal diam??? Tidak habis pikir. Saya rasa orang tua murid, guru, staff administrasi, konselor yang bisa melihat dengan gamblang dari ruang mereka akan berbondong bondong ke ruang Neil atau ruang Elsa atau ruang atas. Seperti di film saja tuduhan ini.

Sebagai kata penutup, sebagai Ibu, saya selalu berprinsip untuk mengajarkan anak anak saya untuk menjadi orang yang jujur, adil, berani membela kebenaran dan berempati kepada yang kurang beruntung. Saya rasa ibu ibu dimanapun sama. Sebagai ibu, saya pun memprioritaskan anak diatas segalanya. Jangan mengeksploitasi anak hanya karena kebutuhan orang tua semata. Kita sebagai orang tua harus tau yang benar dan salah. Karena kita tidak mau menjadikan mereka kelak menjadi orang yang menyesalkan perbuatan mereka disaat mereka kecil dan tidak mengerti. Adalah juga kewajiban orang orang tua lainnya untuk bisa berpikir dengan jernih untuk berkomentar atau membantu organisasi tertentu. Kita sebagai orang tua harus bisa tidak menjerumuskan anak ke imajinasi mereka yang bisa membuat orang lain yang tidak bersalah dihukum. Karena saya percaya karma itu ada.

Saya sangat berharap kasus ini diselesaikan dengan kebenaran.

Widia N

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun