Berkembangnya teknologi digital ditengah masyarakat beriringan dengan harus ditingkatkannya kemampuan literasi digital setiap masyarakat. Literasi digital merupakan kecakapan life skills dikembangkan UNESCO pada tahun 2011. Konsep tersebut berkaitan dengan kegiatan literasi yang menjadi dasar untuk mendukung kemampuan memahami perangkat teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK), kemampuan bersosialisasi dan pembelajaran, sikap dan berpikir kreatif, kritis, serta inovatif sebagai kompetensi literasi digital yang dapat dicapai. Kemampuan ini diperlukan untuk mencari, menggunakan, dan memperoleh informasi. Tidak dipungkiri bahwa literasi digital harus dikembangkan kepada setiap generasi dan kalangan. Salah satu pengembangan literasi digital adalah di sekolah dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuaan siswa dalam belajar. Literasi digital diharapkan dapat memberikan inovasi dalam pembelajaran bagi murid dan para tenaga pendidik.
Teknologi digital mendukung tercapainya literasi digital, ketika teknologi digital disuatu tempat berjalan dengan baik akan dengan mudah literasi digital dikembangkan. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki kesenjangan sosial yang tinggi, sehingga membuat ketersediaan infrastruktur tidak merata di setiap daerah menyebabkan adanya kesenjangan dalam hal akses dan penguasaan digital. Hal ini didukung oleh penuturan Bank Dunia (World Bank), kesenjangan digital akan akses internet di Indonesia masih begitu lebar, terbukti sebanyak 49 persen penduduk dewasa di Indonesia masih belum memiliki akses internet. Berdasarkan Badan Pusat Statistik, pada tahun 2020 untuk Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) memperoleh hasil bahwa ada 30 provinsi di Indonesia termasuk kedalam IP-TIK yang sedang dalam penggunaan TIK, sedangkan 4 provinsi tergolong rendah dalam penggunaan TIK.
Berdasarkan penuturan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Indonesia (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Anang Achmad Latif mengatakan, jumlah pengguna internet di Indonesia memang terus bertambah setiap tahunnya. Meski begitu, masih ada kesenjangan digital dimana tingkat penetrasi internet masih didominasi oleh pengguna dari Pulau Jawa dan Sumatera. Meskipun Pulau Jawa menjadi salah satu penggunaan internet yang mendominasi di Indonesia, tetapi masih ada beberapa daerah di Pulau Jawa yang masih memiliki akses internet yang rendah. Akses internet yang masih rendah dipengaruhi oleh letak geografis yang berada jauh di kota.
Salah satu daerah di Pulau Jawa yang masih memiliki akses internet yang rendah adalah daerah pesisir Garut bagian Selatan, terbukti bahwa hanya ada beberapa provider yang bagus jika digunakan di daerah pesisir Garut bagian Selatan. Rendahnya akses internet mempengaruhi proses pembelajaran secara daring dan perkembangan literasi digital di daerah pesisir Garut bagian Selatan. Pembelajaran secara daring yang harus diterapkan selama Indonesia terdampak pandemi Covid-19 menciptakan berbagai macam kendala yang dirasakan oleh sekolah-sekolah yang berada di daerah terpencil. SDN 4 Pameungpeuk menjadi salah satu sekolah yang merasakan kendala dalam proses pembelajaran secara daring ini.
Hal tersebut dipaparkan secara langsung oleh salah satu wali kelas di SDN 4 Pameungpeuk yaitu Bapak Raditya Rahman Maulana yang tidak hanya bertugas menjadi wali kelas, beliau juga diamanahi sebagai staf kesiswaan dan staf operator.
Beliau menuturkan kendala yang dihadapi selama pembelajaran daring. "Kendala yang terjadi sangat banyak, terlebih SDN 4 Pameungpeuk merupakan salah satu sekolah yang berdomisili di kampung. Kendala yang dominan dirasakan dari alat komunikasi yang terbatas, masih banyak orang tua murid yang tidak memiliki alat komunikasi sehingga murid yang tidak memiliki alat komunikasi meminjam atau ikut belajar bersama kepada murid yang memiliki alat komunikasi. Karena disini rata-rata ekonomi dari orang tua murid yaitu menengah kebawah. Sebagai kebijakan untuk membantu meringankan beban orang tua, SDN 4 Pameungpeuk memberlakukan pembelajaran menggunakan dua metode, yaitu secara daring dan luring. Dengan cara luring, para guru akan membuka kelompok belajar berdasarkan tempat tinggal murid. Hal tersebut dilakukan karena hampir setengah dari murid tidak memiliki alat komunikasi dan juga terkendala dari pembelian kuota internet, banyak orang tua yang mengeluhkan pengeluaran rumah tangganya menjadi bertambah karena harus membeli kuota internet."
Adanya kendala yang dirasakan oleh wali kelas di SDN 4 Pameungpeuk ini, mengharuskan wali kelas untuk membuat media pembelajaran daring yang dapat dilaksanakan bagi semua murid. Media yang digunakan untuk melaksanakan pembelajaraan secara daring di SDN 4 Pameungpeuk, Bapak Raditya menuturkan "menggunakan Zoom Meeting, tetapi orang tua murid masih belum mengerti terkait penggunaan Zoom Meeting ini. Selain itu juga menggunakan WhatsApp Group, tetapi orang tua lebih nyaman dan aktif jika menggunakan WhatsApp Group." Media komunikasi yang tidak memadai dan pengetahuan literasi digital yang masih sangat kurang bagi murid dan orang tua murid yang belum paham terkait penggunaan aplikasi penunjang pembelajaran daring menjadi indikator penyebab tidak berkembanganya literasi digital di kampung.
Meskipun SDN 4 Pameungpeuk belum dapat mengimplementasikan literasi digital dengan baik, disebabkan oleh kurang memadainya alat atau media pendukung literasi digital bahkan SDN 4 Pameungpeuk ini masih belum memilikinya. SDN 4 Pameungpeuk tetap terus berprogres dan memberikan pembelajaran yang maksimal agar murid tidak tertinggal. Tetapi SDN 4 Pameungpeuk bertekad untuk terus berproses. Hal ini menunjukkan bahwa ada keseriusan bagi SDN 4 Pameungpeuk untuk mewujudkan literasi digital di sekolah secara optimal. Salah satu rencana yang hendak diwujudkan sebagaimana dituturkan oleh Bapak Raditya adalah rencana kedepannya SDN 4 Pameungpeuk akan membeli proyektor untuk menunjang pembelajaran literasi digital. Penggunaan proyektor ini diharapkan dapat menciptakan inovasi baru dalam penyampaian materi pembelajaran dan dapat memenuhi penerapan literasi digital di sekolah.
Sebagai bentuk perwujudan literasi digital di SDN 4 Pameungpeuk, program KKN yang dilaksanakan berupa pendampingan bersama wali kelas secara luring dan secara daring dengan membuat ruang diskusi di WhatsApp Group bersama kelas VI SDN 4 Pameungpeuk. Implementasi literasi digital ini berbentuk poster dan video pembelajaran yang diunggah di Youtube. Materi yang disampaikan beragam terkait sejarah literasi digital, pemanfaatan media komunikasi, manfaat dari literasi digital, cara menggunakan media sosial dengan bijak, aplikasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan murid (aplikasi belajar Bahasa Inggris online, aplikasi membaca online, dan aplikasi bimbingan belajar online), dan pentingnya menjaga kesehatan mental bagi anak-anak.