Mohon tunggu...
Intan Widhy Astuti
Intan Widhy Astuti Mohon Tunggu... KARYAWAN -

Read - Write - Listen - Talk - Repeat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Filosofi Kue Pancong, Bikin Laper Sekaligus Baper

4 Agustus 2017   17:52 Diperbarui: 5 Agustus 2017   17:41 4542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Filosofi Kue Pancong. || koleksi pribadi

Saat pertama kali melihat buku ini --dengan desain cover nuansa warna pastel yang keren, pikiran saya justru tertarik pada judul yang tertera, 'Filofosofi Kue Pancong'. Sepintas kenangan akan lezatnya jajanan semasa SD dahulu langsung menyeruak di pikiran saya. 

Potongan kue berwarna putih dengan cita rasa gurih dari santan kelapa dan manis yang berasal dari taburan gula pasir membuat kue ini jadi jajanan favorit kala itu. Duh jadi 'laper' kepingin makan kue pancong. Loh, ini kok jadi ngomongin kue pancong? Hehe.

Tapi ternyata isi buku ini bukan membahas soal kue tradisional yang konon semakin sulit ditemui itu. Pada halaman awal, sang penulis, Diany Pranata menjelaskan kaitan buku ini dengan kue pancong. Katanya, seperti jajanan tradisional kue pancong, buku ini berisi nilai-nilai keluarga yang sudah ada sejak lama. Nilai-nilai sarat makna yang diajarkan orang tua kepada Diany dan mungkin juga merupakan nilai yang diwariskan turun-menurun dari kakek-neneknya.

Selain itu, buku ini juga memuat kumpulan tulisan Letter of Diany yang pernah dimuat di Majalah Bella Donna The Wedding. Oiya, saya lupa bercerita selain sebagai ibu dari dua anak, Diany Pranata adalah seorang wedding consultant dan wedding planner yang sudah berpengalaman selama 17 tahun menangani pesta pernikahan.

Jangan membayangkan kalau Filosofi Kue Pancong layaknya buku motivator yang isinya adalah petuah atau nasihat dengan bahasa sulit dicerna. Bahasa yang ringan dan mengalir justru membuat saya menghabiskan 'papan per papan kue pancong' pada buku ini tanpa terasa. Tanpa sadar pula ada beberapa bagian yang isinya membuat saya "manggut-manggut" tanda setuju, berkenyit sambil berpikir "masa iya sih?"

Pada bagian 'kue pancong papan pertama' misalnya penulis bercerita soal buah dari kekuatan impian. Bagi Diany sang penulis, banyak hal yang terjadi dalam hidupnya yang berasal dari mimpi. Mamanya, Ratna Pranata-lah yang menurut Diany membuatnya menjadi seorang pemimpi. 

Bagian ini, cukup menggairahkan saya untuk mewujudkan impian menjadi kenyataan. Di beberapa papan lain Diany juga mengulas seputar nilai-nilai sederhana yang diperoleh dari orangtuanya dan bagian khusus yang didedikasikan untuk Mamanya, Ratna Pranata.

Ada bagian menarik dalam buku ini yang mungkin akan membuat 'baper' (bawa perasaan) jika dibaca oleh seorang berusia 20-an yang sering menerima pertanyaan 'kapan nikah?' seperti saya. Dalam bagian Letter of Diany berjudul Why of Fairy Tale, Diany mengungkapkan beberapa tips untuk para pasangan muda yang kini tengah 'galau' menuju pernikahan.

Bagi Diany, bukan hanya pesta pernikahan saja yang perlu dipersiapkan, tapi kita harus yakin bahwa pasangan kita adalah jodoh dari Tuhan, "Caranya: libatkan Tuhan dari awal."

Dan masih banyak lagi, nilai-nilai yang diulas pada buku ini yang saya rasa juga pas untuk orang yang baru memulai rumah tangga atau sudah lama menikah. Selamat membaca!

Judul Buku : Filosofi Kue Pancong I
Penulis : Diany Pranata
Penerbit : PT. Sejahtera Menjadi Berkat
Harga : Rp. 125.000,-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun