Mohon tunggu...
Widhy Al Mauludyansah
Widhy Al Mauludyansah Mohon Tunggu... lainnya -

Berbagi Ilmu, Bertambah Ilmu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sendiri

20 Februari 2011   10:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:26 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sendiri... Ya, kata itu yang tepat untuk melukiskan kehidupan manusia di dunia. Ketika beranjak dewasa kita selalu merasa bahwa kita harus hidup mandiri berdiri di atas kaki kita sendiri. Ya kita memiliki keluarga, tetapi saat kita sudah dewasa kita mempertanggungjawabkan diri kita sendiri. Orang tua sudah lepas tanggungjawabnya atas kita jika kita sudah dewasa. Manusia yang sudah merasa “dewasa” rata-rata berfikir “aku sudah bisa mencari kehidupan sendiri dan memulai hidup baru”. Ya… manusia diciptakan berpasang-pasangan. karena sebelum kita dilahirkan ke dunia ini sudah tertulis dalam ketetapannya siapa jodoh kita. tapi lagi-lagi kata sendiri itu pasti akan kembali terulang terus menerus di dunia yang fana ini.

Saat terlepas kita sudah merasa dewasa, hati kecil kita pasti berfikir untuk membangun kehidupan baru agar kita tidak sendiri. Ya… memulai kehidupan baru dengan berumah tangga. Setiap muda mudi yang beranjak dewasa pasti ingin menuju ke arah sana, hidup berumah tangga. beberapa waktu setelah berumah tangga pasti sangat ingin mempunyai generasi penerus keluarga yang bisa dibanggakan. Ya…. seorang atau bahkan lebih anak yang soleh serta solehah agar bisa dibanggakan serta “menjaga” kita saat umur telah mengerogoti kita. Ya… kita ingin selalu ada teman. Setelah menikmati beberapa waktu kebersamaan bersama keluarga kecil “impian” kita tiba saat teberat ketika harus melepas saat generator penerus keluarga untuk pergi menimba ilmu ke tempat yang kita dan juga (terkadang) mereka impikan. Ya… satu per satu “pengawal” kita hilang meninggalkan kita demi impian kita dan impian mereka. Ironi, sebelum kehadiran mereka kita berharap ada “malaikat – malaikat kecil” yang menenangkan hati dan menjaga kita saat kita membutuhkan itu semua, tetapi impian kita juga-lah yang merelakan mereka pergi mengejar impian meninggalkan kita merantau mencari ilmu agar mereka siap menghadapi kehidupan baik di dunia maupun akhirat.

Fase berikutnya terus berlanjut. setelah usai mereka menimba ilmu, sebagai orang tua pasti saat ingin melihat “malaikat mereka” memiliki usaha yang layak agar mereka bisa berdiri sendiri menghidupi kehidupan mereka sendiri kelak. Ada rasa bangga ketika mereka telah memiliki pekerjaan atau membuat sebuah usaha yang dinilai bisa menopang kehidupan mereka kelak. Ya… sebagai orang tua pasti sangat bangga ketika mereka tumbuh pesat dan bisa mandiri. Lagi-lagi ironi!!! Untuk mendapatkan sesuatu yang layak itu para “malaikat penerus” itu (terkadang) harus lagi-lagi meninggalkan mereka jauh, lebih jauh dari pada saat mereka melepasnya untuk menimba ilmu. Sendiri…. ya sendiri… tidak ada lagi “malaikat penjaga” yang kita impikan untuk menjaga saat usia telah menggerus kita. Tapi kita selalu berharap mereka akan kembali mendampingi, walaupun harapan tersebut semakin tipis.. Kenapa??? ya karena mereka telah memulai kehidupan baru pula dengan merajut impian yang sama seperti kita pada saat kita tumbuh dewasa yaitu “aku sudah bisa mencari kehidupan sendiri dan memulai hidup baru”. Bersiaplah kita melepas mereka dengan lapang dada walaupun hati kecil terus berkata… “aku rindu kalian”…

Klimaksnya adalah ketika meninggal. Ya… saat sudah berada di titik tersebut bukankah tidak ada yang menemani kita??keluarga?? harta?? tidak ada satupun yang menemani kita di alam kubur. Ya sendiri… hanya ada seorang diri di alam barzah sana. Hanya do’a dari anak soleh, sodaqoh jariah, dan ilmu yang bermanfaat saja yang menemani dan terus mengalir. Jadi, takdir manusia di dunia adalah sendiri. satu per satu yang kita “harapkan” menemani kita di dunia akan sirna pada titik dimana kita meninggal.

“Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang berdoa kepadanya.” (HR Muslim).

Persiapkan diri Anda untuk SENDIRI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun