Mohon tunggu...
Widhi Setyo Putro
Widhi Setyo Putro Mohon Tunggu... Sejarawan - Arsiparis di Pusat Studi Arsip Statis Kepresidenan ANRI

Menyukai sejarah khususnya yang berhubungan dengan Sukarno “Let us dare to read, think, speak, and write” -John Adams

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

6 Pidato Presiden Sukarno yang Monumental

1 Oktober 2022   01:48 Diperbarui: 1 Oktober 2022   02:04 1328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sukarno ketika persidangan di Gedung Landraad Bandung tahun 1930 (Sumber: ANRI, SKR No. 737)

Pemikiran dan kiprah politik Sukarno di dunia internasional telah dikenal sangat luas. Sejak muda, Sukarno sudah melibatkan diri dalam wacana dunia melalui ‘dialog intelektual’ dengan tokoh-tokoh pemikir dunia seperti Hegel, Marx, Sun Yat Sen, Gandhi, dan lain-lain. 

Pada usia 26 Tahun, melalui kajian yang kritis pada situasi dan kondisi Indonesia, ia berhasil melahirkan tesis marhaen dan marhaenisme. Argumentasi ilmiahnya bisa kita baca dalam Indonesia Menggugat, salah satu masterpiece dalam karya Sukarno.

Pada 1928, Sukarno sudah berpikir tentang penggalangan kekuatan dalam membebaskan bangsa-bangsa terjajah jauh sebelum era Perang Dingin. Dalam Suluh Indonesia Muda, Sukarno muda menyampaikan hal berikut:

“Dengan nasionalisme yang demikian ini, maka kita insaf dengan seinsyaf-insyafnya, bahwa negara kita dan rakyat kita adalah bagian dari negara Aasia dan rakyat Asia, dan adalah sebagaian dari pada dunia dan penduduk dunia adanya kita kaum pergerakan nasional Indonesia, kita bukannya saja menjadi abdi atau hamba daripada negara tumpah darah kita, akan tetapi juga merasa menjadi abdi dan hamba Asia, abdi dan hamba semua kaum sengsara, abdi dan hamba dunia. Kita, oleh karena kita kaum nasionalis, tidak mau menutup mata kita di atas kenyataan bahwa nasib kita ilah buat bersandar pada pekerjaan bersama antara kita dengan bangsa-bangsa Asia yang lain, pekerjaa bersama kita dengan bangsa-bangsa yang menghadapi satu musuh dengan kita, pekerjaan bersama dengan semua kekuatan di luar batas negeri kita yang melawan dan melemahkan musuh-musuh kita”

Pengembangan pemikiran  Sukarno selanjutnya bisa kita lihat dalam karyanya Mencapai Indonesia Merdeka dan Kepada Bangsaku serta risalah-risalah lainnya yang terbit pada awal tahun 1930-an. 

Substansinya adalah nasionalisme, kerakyatan atau demokrasi, internasionalisme atau kemanusiaan serta persatuan. Substansi inilah yang kemudian menjadi intisari pada pidato-pidato Sukarno dikemudian hari. Dalam artikel ini disampaikan lima pidato Sukarno yang sangat monumental terkait pemikiran-pemikirannya tersebut. 

1. Pidato Pembelaan di Muka Hakim Kolonial, Bandung, 1930

Pada tahun 1926, Sukarno mendirikan Algemeene Studie Club di Bandung yang merupakan cikal bakal Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan pada tahun 1927 dengan nama awal Perserikatan Nasional Indonesia. PNI merupakan gabungan berbagai gerakan kemerdekaan dengan program "Mengusahakan Kemerdekaan Indonesia".

Aktivitasnya di PNI menyebabkan Sukarno ditangkap Belanda pada 29 Desember 1929 di Yogyakarta dan dijebloskan ke Penjara Banceuy, Bandung sebelum akhirnya dipindahkan ke Penjara Sukamiskin. 

Pada 18 Desember 1930 Sukarno diadili di Landraad Bandung dan membacakan pledoinya yang fenomenal berjudul "Indonesia Menggugat". Isi dari pidato ini intinya adalah gagasan entitas ke-Indonesiaan dari segi politik, ekonomi, sosial, dan budaya. 

Dalam pidato ini, Sukarno juga menggelorakan rasa nasionalisme dan semangat revolusi untuk melakukan perubahan sampai ke akar-akarnya. 

Sukarno ketika persidangan di Gedung Landraad Bandung tahun 1930 (Sumber: ANRI, SKR No. 737)
Sukarno ketika persidangan di Gedung Landraad Bandung tahun 1930 (Sumber: ANRI, SKR No. 737)

2. Pidato di Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), 1 Juni 1945

Perumusan dasar negara Indonesia mulai dibicarakan pada masa persidangan pertama BPUPK (29 Mei – 1 Juni 1945). BPUPK sendiri dibentuk pemerintah pendudukan Jepang pada 29 April 1945, menyusul pernyataan Perdana Menteri Jepang Kuniaki Koiso pada 7 September 1944, yang memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia. Tugas BPUPK hanyalah melakukan usaha-usaha penyelidikan kemerdekaan.

Sukarno dalam pidatonya pada 1 Juni 1945 menyampaikan ide dasar negara yaitu kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau peri-kemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, ketuhanan yang berkebudayaan. 

Kelima prinsip itu disebut Sukarno dengan Panca Sila. “Sila artinya azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.”

Terkait kebangsaan Indonesia, Sukarno mengatakan bahwa: 

"Kebangsaan yang kita anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinisme yang menganggap bangsa lain tidak ada harganya dan meremehkan bangsa lain. Kita jangan berdiri di atas asas demikian, kita harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia."

Khusus Internasionalisme atau peri-kemanusiaan, menurut Sukarno kebangsaan yang kita anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinis, kita harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia. Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia merdeka, tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa.

"Internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat subur kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme. Kedua prinsip tersebut saling bergandeng erat. " 

Sukarno sedang berpidato di depan peserta sidang BPUPK pada 1 Juni 1945. (Sumber: ANRI, NIGIS Jakarta No. 367)
Sukarno sedang berpidato di depan peserta sidang BPUPK pada 1 Juni 1945. (Sumber: ANRI, NIGIS Jakarta No. 367)

Dalam pidato ini menunjukan luasnya wawasan dan kepiawaian Sukarno dalam penguasaan bahasa asing. Begitu banyak istilah asing yang digunakan mulai dari bahasa Belanda, Jerman, Perancis, Inggris dan bahasa Jawa. 

Sukarno juga menyebutkan berbagai tokoh dan literatur yang menjadi referensi untuk menghasilkan konsep Pancasila, salah satunya tulisan Dr. Sun Yat Sen yang berjudul San Min Chu I atau Three People’s Principles.

3. Pidato di Pembukaan Konferensi Asia Afrika, 18 April 1955

Inisiasi Presiden Sukarno dalam penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) yang berlangsung di Bandung pada 18-24 April 1955, adalah untuk memperkuat kerja sama ekonomi antar negara di kawasan Asia dan Afrika, mempromosikan kebudayaan kedua kawasan, serta memperkuat jaringan solidaritas antarnegara kedua benua dalam melawan imperialisme dan neo-kolonialisme. 

Konferensi tersebut dihelat di tengah berkecamuknya gerakan revolusioner melawan penjajahan Barat, seperti perjuangan rakyat Aljazair dan negara-negara di kawasan Indochina dalam mengusir penjajah Perancis, atau Indonesia yang bersitegang dengan Belanda dalam soal Irian barat, atau Mesir yang berseteru dengan Inggris terkait Terusan Seuz.

Presiden Sukarno ketika menyampaikan Pidato Pembukaan KAA (Sumber: ANRI, Kempen Jawa Barat No. 55020004b)
Presiden Sukarno ketika menyampaikan Pidato Pembukaan KAA (Sumber: ANRI, Kempen Jawa Barat No. 55020004b)

Ide besar yang hendak digalang Sukarno dalam KAA adalah membangun empati terhadap negara-negara yang “terjerat” kolonialisme Barat sekaligus membangun aliansi baru di tengah persaingan dua kekuatan politik besar yaitu Uni Soviet dan Amerika Serikat.  

Pidato pembukaan KAA di Bandung ini diberi judul Let a New Asia and Africa be Born. Sukarno memulai pidatonya dengan latar belakang sejarah kebangkitan bangsa-bangsa Asia-Afrika melawan penjajahan. 

Sukarno menginginkan bangsa-bangsa Asia Afrika agar kemerdekaan tidak hanya diisi secara material tetapi juga secara etika dan moral. Sukarno berpendapat bahwa selama daerah-daerah di Asia dan Afrika belum merdeka maka kolonialisme belum mati. Asia dan Afrika hanya dapat menjadi sejahtera, apabila bersatu, dan bahkan keamanan seluruh dunia tanpa persatuan Asia-Afrika tidak akan terjamin.

"Kita bersatu oleh sikap yang sama dalam membenci kolonialisme dalam bentuk apa saja ia muncul. Kita bersatu dalam hal membenci rasialisme. Kita bersatu karena ketetapan hati yang sama dalam usaha mempertahankan dan memperkokoh perdamaian dunia."

"Jadikanlah Konferensi Asia Afrika ini suatu sukses besar, jadikanlah prinsip “hidup dan membiarkan hidup” serta semboyan “persatuan dalam kemacamragaman” kekuatan yang mempersatukan, carilah dalam perbincangan yang bersifat persaudaraan dan bebas, yang dapat menjamin bagi masing-masing untuk menjalani kehidupan dengan caranya sendiri dalam harmoni dan suasana damai."


4. Pidato di Muka Sidang Bersama Kongres Amerika Serikat, Washington DC, 17 Mei 1956

Sukarno mengunjungi Amerika Serikat pada Tahun 1956. Setelah bertemu Presiden Eisenhower di Gedung Putih pada hari pertama kunjungan, keesokan harinya Presiden Sukarno berpidato di depan kongres Amerika Serikat. 

Selain majelis kongres, juga hadir para kepala misi diplomatik di Washington, anggota Mahkamah Agung, dan anggota kabinet Amerika Serikat. Pidato yang berlangsung di gedung Capitol tersebut mendapat sambutan yang luar biasa. Sebanyak 25 kali tepukan tangan terdengar sepanjang pidato yang berlangsung selama 50 menit.

Dalam kesempatan itu, Presiden Sukarno menjelaskan tentang Pancasila, juga tentang nasionalisme bangsa Asia-Afrika dan usaha perjuangan merebut Irian Barat. 

"Bagi kami nasionalisme berarti pembangunan kembali bangsa-bangsa kami, nasionalisme berarti usaha untuk memberikan kehormatan yang sama bagi rakyat-rakyat kami, nasionalisme berarti ketetapan hati untuk memegang masa yang akan datang di dalam tangan kami sendiri. Mungkin nasionalisme suatu doktrin yang usang bagi banyak orang di dunia ini, tetapi kami dari Asia dan Afrika, nasionalisme adalah pendorong usaha-usaha kami."

"Kestabilan di Asia tidak dapat digantikan dengan bantuan militer. Hal yang demikian hanya akan membuat negeri-negeri yang menerimanya lebih bergantung pada Amerika, dan sebagai akibat daripadanya nilai mereka sebagai sekutu dalam pergulatan dunia ke arah kemerdekaan, perdamaian dan kemakmuran akan turun."


5. Pidato di Sidang Umum PBB Ke-15, New York 30 September 1960   

Di depan Sidang Umum PBB  ke-15, Sukarno menyampaikan pidatonya yang berjudul To Build the World Anew (Membangun Dunia Kembali). Setidaknya ada enam poin utama isi pidato Sukarno di New York pada 30 September 1960 tersebut. 

Pertama, kerisauan terhadap keadaan dunia yang kurang aman, kurang adil, kurang bersahabat dan kurang sejahtera. Kedua, demi keadilan imperialisme di dunia harus dihentikan. 

Ketiga, nasionalisme dan kedaulatan negara sebuah keniscayaan yang tidak boleh dihalang-halangi kebangkitannya. Keempat, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kemanusiaan. Kelima, Sukarno menawarkan ideologi tengah yaitu Pancasila yaitu: "Believe in God, Nationalism, Internationalism, Democracy and Social Justice”. Keenam, Sukarno menyerukan tentang restrukturisasi PBB.  


Pidato Sukarno pada Sidang Umum PBB Ke-15. Sukarno menyerukan bahwa  Asia dan Afrika menentang kolonialisme dan imperialisme. Penentangan ini atas dasar kemanusiaan dan kolonialisme merupakan suatu ancaman yang besar terhadap perdamaian.

"Lenyapkanlah sebab-sebab peperangan, dan kita akan merasa damai. Lenyapkanlah sebab-sebab ketegangan dan kita akan merasa tenang. Umat manusia di seluruh dunia berteriak minta perdamaian dan ketenangan, dan hal itu dalam kekuasaan kita. Jangan mencegahnya, karena badan ini akan dicemarkan namanya dan ditinggalkan. Tugas kita bukannya untuk mempertahankan dunia ini, akan tetapi untuk membangun dunia kembali!"

"Kami dari Asia dan Afrika menentang kolonialisme dan imperialisme. Oposisi kami terhadap kolonialisme dan imperialisme timbul baik dari hati maupun dari kepala kami. Kami menentangnya atas dasar kemanusiaan, dan kami menentangnya pula dengan alasan bahwa hal ini merupakan suatu ancaman yang besar terhadap perdamaian."

Dalam pidato ini,  Sukarno juga  mempersoalkan struktur sistem internasional. Ia menegaskan bahwa PBB telah mengalami kegagalan dan hanya sebagai produk sistem Barat yang melahirkan imperialisme. 

Kemudian ia menganjurkan pencantuman Pancasila dalam piagam PBB serta memindahkan markas besar PBB dari New York ke suatu tempat di Asia atau Afrika. 

Pidato ini menandai suatu tawaran untuk memimpin apa yang disebutnya “bangsa-bangsa yang baru bangkit” yang ia lukiskan sebagai melepaskan diri dari masa lalu dan “Membangun Dunia Baru”.

"Bangunlah dunia ini kembali! Bangunlah dunia ini kokoh dan kuat dan sehat! bangunlah sauatu dunia di mana semua bangsa hidup damai dan persaudaraan. Bangunlah dunia yang sesuai dengan impian dan cita-cita umat manusia."

6. Pidato di KTT Gerakan Non Blok  (GNB) I, Beograd, 1 Oktober 1961

Perang Dingin telah memicu proses dekolonisasi baru dengan mengubah peta politik dunia. Kolonialisme Barat banyak yang berakhir, kemudian muncul puluhan negara baru yang kemudian dikenal dengan negara-negara Dunia Ketiga. 

Munculnya negara Dunia Ketiga ini membuka dimensi baru bagi konflik Timur-Barat. Negara adikuasa yaitu Uni Soviet dan Amerika Serikat berlomba menanamkan pengaruh di negara-negara yang baru merdeka ini dan melibatkan mereka ke dalam Perang Dingin. 

Hal ini membuat Presiden Sukarno bersama Josep Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdul Nasser (Mesir), Pandit Jawaharlal Nehru (India), dan Kwame Nkrumah (Ghana) untuk membentuk Gerakan Non Blok (Non Aligned Movement) sebagai tindak lanjut KAA. 

Gerakan ini selain bertujuan meredakan ketegangan konflik Timur-Barat guna menghindari pecahnya perang nuklir juga berjuang untuk penghapusan total dari sisa-sisa kolonialisme dan imperialisme. Pidato Sukarno GNB merupakan bukti penting untuk melihat pemikiran Sukarno mengenai politik dekolonisasi yang dicanangkan dalam skala global.

Halaman 1, Pidato Presiden Sukarno pada KTT Gerakan Non Blok di Beograd, 1 September 1961. (Sumber: ANRI: Pidato Presiden Sukarno, No. 333)
Halaman 1, Pidato Presiden Sukarno pada KTT Gerakan Non Blok di Beograd, 1 September 1961. (Sumber: ANRI: Pidato Presiden Sukarno, No. 333)

Sukarno berpendapat bahwa Politik bebas bukanlah suatu politik yang mencari kedudukan netral jika pecah peperangan, bukanlah berarti menjadi suatu negara penyangga antara kedua blok raksasa. Berpolitik bebas berarti pengabdian yang aktif kepada tujuan yang luhur dari kemerdekaan, perdamaian kekal, keadilan sosial dan kemerdekaan untuk merdeka.

"Perdamaian kekal berarti bukan ketiadaan perang semata, ia berarti melenyapkan sumber-sumber sengketa yang mengancam dunia dan memecahkannya dalam blok-blok."

"Keadilan sosial berarti keadilan bagi semua bangsa, bukan hanya untuk satu bangsa saja, bukan hanya untuk satu kelompok bangsa-bangsa atau satu blok kekuasaan saja."

"Kemerdekaan untuk merdeka berarti kemerdekaan untuk menentukan politik nasional kita sendiri, untuk merumuskan konsep-konsep nasional kita sendiri, tidak dihalangi dan tidak dirintangi oleh tekanan-tekanan atau campur tangan dari luar. Ia adalah kemerdekaan untuk menjalankan urusan-urusan politik, ekonomi dan sosial kita yang sesuai dengan konsep-konsep nasional kita sendiri. Ia adalah kemerdekaan untuk bekerja sama dengan semua bangsa, bersahabat dengan semua bangsa, kemerdekaan untuk menentang setiap hal yang merugikan kepentingan-kepentingan yang patut dan adil dari bangsa apa pun juga."

"Politik bebas bukanlah suatu politik yang mencari kedudukan netral jika pecah peperangan, berpolitik bebas bukanlah berarti menjadi suatu negara penyangga antara kedua blok raksasa. Berpolitik bebas berarti pengabdian yang aktif kepada tujuan yang luhur dari kemerdekaan, perdamaian kekal, keadilan sosial dan kemerdekaan untuk merdeka. Ia adalah tekad untuk mengabdi kepada tujuan ini."

"Sengketa ideologi tidak perlu mengakibatkan ketegangan. Sengketa ini dapat berlangsung secara damai, asal saja tidak meluas menjadi usaha untuk memaksakan ideologinya sendiri kepada bangsa-bangsa lain. Masalah ideologi adalah suatu masalah yang harus diputuskan sendiri oleh tiap-tiap bangsa, dan jika ada sengketa, maka sengketa itu hanya berada di dalam bangsa itu sendiri."


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun