Pemikiran dan kiprah politik Sukarno di dunia internasional telah dikenal sangat luas. Sejak muda, Sukarno sudah melibatkan diri dalam wacana dunia melalui ‘dialog intelektual’ dengan tokoh-tokoh pemikir dunia seperti Hegel, Marx, Sun Yat Sen, Gandhi, dan lain-lain.
Pada usia 26 Tahun, melalui kajian yang kritis pada situasi dan kondisi Indonesia, ia berhasil melahirkan tesis marhaen dan marhaenisme. Argumentasi ilmiahnya bisa kita baca dalam Indonesia Menggugat, salah satu masterpiece dalam karya Sukarno.
Pada 1928, Sukarno sudah berpikir tentang penggalangan kekuatan dalam membebaskan bangsa-bangsa terjajah jauh sebelum era Perang Dingin. Dalam Suluh Indonesia Muda, Sukarno muda menyampaikan hal berikut:
“Dengan nasionalisme yang demikian ini, maka kita insaf dengan seinsyaf-insyafnya, bahwa negara kita dan rakyat kita adalah bagian dari negara Aasia dan rakyat Asia, dan adalah sebagaian dari pada dunia dan penduduk dunia adanya kita kaum pergerakan nasional Indonesia, kita bukannya saja menjadi abdi atau hamba daripada negara tumpah darah kita, akan tetapi juga merasa menjadi abdi dan hamba Asia, abdi dan hamba semua kaum sengsara, abdi dan hamba dunia. Kita, oleh karena kita kaum nasionalis, tidak mau menutup mata kita di atas kenyataan bahwa nasib kita ilah buat bersandar pada pekerjaan bersama antara kita dengan bangsa-bangsa Asia yang lain, pekerjaa bersama kita dengan bangsa-bangsa yang menghadapi satu musuh dengan kita, pekerjaan bersama dengan semua kekuatan di luar batas negeri kita yang melawan dan melemahkan musuh-musuh kita”
Pengembangan pemikiran Sukarno selanjutnya bisa kita lihat dalam karyanya Mencapai Indonesia Merdeka dan Kepada Bangsaku serta risalah-risalah lainnya yang terbit pada awal tahun 1930-an.
Substansinya adalah nasionalisme, kerakyatan atau demokrasi, internasionalisme atau kemanusiaan serta persatuan. Substansi inilah yang kemudian menjadi intisari pada pidato-pidato Sukarno dikemudian hari. Dalam artikel ini disampaikan lima pidato Sukarno yang sangat monumental terkait pemikiran-pemikirannya tersebut.
1. Pidato Pembelaan di Muka Hakim Kolonial, Bandung, 1930
Pada tahun 1926, Sukarno mendirikan Algemeene Studie Club di Bandung yang merupakan cikal bakal Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan pada tahun 1927 dengan nama awal Perserikatan Nasional Indonesia. PNI merupakan gabungan berbagai gerakan kemerdekaan dengan program "Mengusahakan Kemerdekaan Indonesia".
Aktivitasnya di PNI menyebabkan Sukarno ditangkap Belanda pada 29 Desember 1929 di Yogyakarta dan dijebloskan ke Penjara Banceuy, Bandung sebelum akhirnya dipindahkan ke Penjara Sukamiskin.
Pada 18 Desember 1930 Sukarno diadili di Landraad Bandung dan membacakan pledoinya yang fenomenal berjudul "Indonesia Menggugat". Isi dari pidato ini intinya adalah gagasan entitas ke-Indonesiaan dari segi politik, ekonomi, sosial, dan budaya.