Mohon tunggu...
Widhi Satya
Widhi Satya Mohon Tunggu... -

[nihil]

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Persipura: Persepakbolaan Pelipur Lara

31 Maret 2010   03:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:05 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_106928" align="aligncenter" width="260" caption="Src : Bolapedia dot kom"][/caption] Terkejut. Itu kesan pertama saat gol pertama bersarang di gawang Persipura padahal pertandingan belum genap satu menit. Buyarlah semua harpan. Harapan karena bermain di kandang. Harapan bermain lepas karena nothing to lose. Harapan yang mungkin telah demikian pongahnya hingga menyangka kemenangan dari Juara tiga kali beruntun J-League, tinggal menunggu menjadi nyata. Dan, seketika itu pula, bersamaan dengan gol pembuka dari wakil Jepang, tersibaklah tabir realita. Realita tentang perbedaan level. Realita tentang inferior diri dan soperior lawan, realita tentang sepakbola pra-modern vs sepakbola true-modern. Orang awam (sepertiku) pun akan tahu perbedaan itu. Dari umpan-umpannya, dari dribel, dari cap and passingnya, visi permainan, zonal marking.. They're completely in an entire different level. Sepercik harapan itu muncul kembali ketika persipura berhasil menyamakan kedudukan. Alih-alih membalik keadaan.. Justru kembali kebobolan dengan lebih banyak gol. Miris serta ironis. Dalam pertandingan-pertandingan sebelumnya, persipura telah mengoleksi jumlah kebobolan 18 gol dan hanya menuai satu gol. Persipura yang seolah sebagai lambang hegemoni peta persepakbolaan Indonesia, dibantai habis-habisan ketika berlaga dalam level Asia. Mungkin bagi wakil-wakil Jepang dan negara-negara "produsen" sepakbola lainnya, nama negara bukan menjadi pertaruhan berarti bagi mereka. Beda dengan Indonesia yang hanya menempatkan satu wakil otomatis dan satu wakil playoff, (jumlah paling sedikit dari wakil negara partisipan lain) tentu mau tak mau, nama negara terlampir di "proposal" mereka. Mungkin bertanding dengan membawa bendera negara terlalu berat bebannya bagi mereka. Atau juga mungkin karena phobia ajang internasional. Sehingga wakil-wakil Indonesia selalu menjadi lumbung gol bagi tim-tim lawan. Kendati dipermalukan demikian rupa, jika bukan sekarang kapan lagi? Tanpa melek internasional, klub-klub Indonesia hanya akan menjadi tim jago kandang. Buta akan sepakbola dunia dan Gagap di pentas internasional. Tidak mudah naik hampir dua level dan mencapai titik "standar asia". Jalannya berat dan akan semakin tertatih-tatih melihat lambannya manajemen induk organisasi sepakbola kita. Kesulitan dan hambatan bukan alasan untuk menjadi pesimis. Kekalahan (telak) beruntun bukan pula alasan untuk menjadi anarkis. Persipura.. Hitam kulitmu, meski sehitam nasibmu di AFC Champions League, semoga tak hitam pula masa depanmu kawan. Aku bukan orang Papua. Tapi sepakbola adalah milik bersama. Soccer belongs to unity. Persatuan terjalin karena persaudaraan. Karenanya, sungguh tak elok menghiasi sepakbola dengan pertikaian dan anarki. Meskipun kalah ataupun dipermalukan, tak perlu kecewa, apalagi murka, karena persepakbolaan adalah pelipur lara... (persipura)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun