"Untuk satu trip (pasokan) nilainya sekitar Rp 50-60 juta," ujarnya. Begitupula dengan hasil tangkapan laut. Anwar menuturkan pengiriman 15 ton satu pekan dilakukan dua kali yaitu Selasa dan Kamis. Dia menyebut harga ikan per kilogramnya mencapai Rp 15.000. Kurang lebih sekitar 60 anggota forum komunikasi terkena dampaknya. "Kurang lebih Rp 150 juta yang dihasilkan setiap pekan," ujarnya.
Namun dengan kondisi kahar, semua pendapatan per pekan itu sirna. Anwar mengungkapkan para petani itu memilih meninggalkan Sumbawa Barat untuk mencari penghasilan di tempat lain. Pasalnya sayur mayur yang dihasilkan tidak terserap oleh pasar. "Karyawan Newmont banyak yang pergi keluar Sumbawa. Pasar sepi enggak ada yang beli," jelasnya.
Kembali ke sesi Pak Kades. Mendengar cerita kahar tersebut saya pun berhipotesa bahwa selama 14 tahun PT. NNT beroperasi (di mulai tahun 2000) misi program tanggung jawab sosial dalam hal kemandirian masyarakat belum tercapai. Artinya, tingkat kebergantungan terhadap PT. NNT masih sangat besar.
Namun demikian, bukan orang Indonesia namanya jika tak pandai bersyukur. Pak Kades justru mensyukuri adanya peristiwa kahar tersebut. Kondisi itu membuat banyak pegawai Newmont dan masyarakat yang tersadarkan. Seakan terbangun dari mimpi yang panjang, hei…ini waktunya berubah! Tidak harus menunggu 2038 kan?
Di penghujung diskusi kami, Pak Kades pun menegaskan bahwa bohong jika kehadiran Newmont tidak berdampak positif pada kehidupan masyarakat. Sudah sangat banyak yang dilakukan oleh Newmont untuk kesejahteraan penduduk. Namun di sisi lain belenggu kebergantungan itu yang secara perlahan harus dilepaskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H