Apa yang bisa diberikan pemuda untuk bangsanya?
Itulah pertanyaan reflektif yang sekiranya dapat saya bisa tarik sebagai benang merah disksusi ‘Ngobrol Bareng Menpora’ bertajuk ‘Makna Kebangkitan Nasional Bagi Saya’. Acara yang terselenggara di Wisma Menpora Senayan (20/05) tersebut turut menghadirkan Menpora Imam Nahrawi sebagai moderator acara sekaligus keynote speaker pembuka diskusi.
Acara ‘Ngobrol Bareng Menpora’ ini adalah salah satu kegiatan yang cukup membuat saya penasaran. Bagaimana tidak. Selain menghadirkan Imam Nahrawi sebagagi pemandu alur diskusi, kegiatan ini juga melibatkan belasan komunitas sebagai audiens. Di dalam hati saya bertanya-tanya mengenai tujuan diadakannya acara ini, mengapa Kemenpora melibatkan komunitas-komunitas, dan siapakah narasumber yang dihadirkan pada kesempatan kali ini?
![Biasanya level menteri tugasnya jdi narasumber, tapi kali ini jadi moderator. | Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/23/img-9453-jpg-57428f67be22bd0c079a912b.jpg?t=o&v=770)
Sajian Utama Pun Dimulai
Selesai mendengarkan pemaparan yang serbaideal, saya pun mulai cemas melirik kiri-kanan. Apakah diskusi pada hari tersebut akan melulu berbicara mengenai program pemerintah pada tataran perencanaan dan rumusan-rumusan saja ya? Kalau iya, kok ya tiba-tiba saya mulai pesimis upaya bangun pagi saya hari itu akan terbuang percuma. Hehehe.... Tetapi, tak lama kemudian, mata saya melek tatkala ketiga narasumber yang duduk di panggung memperkenalkan dirinya sekaligus berbagi cerita mengenai perjalanan hidup mereka.
Satu.
Narasumber yang pertama kali berbicara membuka diskusi dengan pemaparan yang lucu sekali. Secara jujur, ia menceritakan rasa groginya ketika harus terbang dari Papua ke Jakarta untuk duduk sepanggung bersama Pak Menteri Imam Nahrawi. Nama narasumber ini Abdul Wahab. Meski terbang dari Papua dan sempat ketinggalan pesawat transit di Makassar, laki-laki berusia 27 tahun ini sesungguhnya asli putra Tegal.
![Abdul Wahab dan anak-anak di Papua. | Sumber: islamynews.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/23/islamynews-dot-com-57428ab5cd92737f044ad5aa.jpg?t=o&v=770)
Uniknya, si bapak yang memintanya tetap tinggal adalah seorang Katolik. Abdul Wahab pun menjadi berkenalan dengan banyak pastor dan pendeta, bersahabat dengan mereka sembari mengenal ragam identitas kesukuan dan tradisi yang ada di Papua. ‘Petualangannya’ tersebut membuatnya berjumpa dengan umat Islam yang kurang terfasilitasi untuk mempelajari agama. Bermodalkan niat baik dan kemampuannya beradaptasi, Abdul Wahab pun membangun madrasah, membuka perpustakaan dan berdakwah dengan berbagai cara. Tak lupa, ia juga menyosialisasikan semangat beriman tanpa mempersoalkan perbedaan ras serta agama yang ada di Papua. Baginya, era sekarang bukan lagi eranya melihat perbedaan SARA.
Kutipan favorit saya dari Abdul Wahab adalah: “Puncak agama adalah cinta.”
Manis ya.. :)
Dua.
Narasumber yang satu ini sudah banyak diketahui sepak terjangnya. Ia adalah Enda Nasution, pendiri sebangsa.com sekaligus blogger yang juga aktif di media sosial. Sejak internet masuk ke Indonesia, Enda sudah menyadari bahwa internet dapat menjadi alat pemersatu Indonesia. Karena itulah Enda membuat sebangsa.com, sebuah website yang menjadi wadah perjumpaan berbagai komunitas di Tanah Air, dari ujung barat Indonesia hingga ujung timur.
![Enda Nasution dan sebangsa.com | Sumber ilustrasi: politwika.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/23/politwika-dot-com-57428ba4159773fe0e3e8e49.jpg?t=o&v=770)