Mohon tunggu...
Widha Karina
Widha Karina Mohon Tunggu... Penulis - Content Worker

seni | sejarah | sosial politik | budaya | lingkungan | buku dan sastra | traveling | bobok siang. mencatat, menertawakan keseharian, dan menjadi satir di widhakarina.blogspot.com dan instagram.com/widhakarina

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Pasang Foto Profil Maaf Sedang Cuti, Berlebihan atau Profesional?

2 Januari 2024   11:55 Diperbarui: 2 Januari 2024   16:31 7358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Weits, udah Tahun Baru lagi aja. Umbi-umbian korporat pada ambil cuti nggak nih? Udah ganti profile picture WhatsApp "Maaf, Sedang Cuti" belum? Biar cutinya nggak diganggu. Hahaha.

Pertanyaan saya: kenapa sih kita mesti minta maaf karena ambil cuti? Memangnya salahnya apa?

Cuti. Satu kata ini memang banyak dilanggar. Hak karyawan yang sebenarnya sangaaat simpel, tapi makin ke sini makin sulit direalisasikan. Atau setidaknya, terjadi di industri yang saya geluti.

Pantas saja sekarang makin banyak pekerja yang berterus-terang menolak merespons WhatsApp saat sedang cuti. Atau malah mengganti status WhatsApp dan profile picture-nya dengan tulisan "Cuti Dulu" atau "On Leave " atau varian sejenisnya.

Fenomena mengganti status/foto WA ini, saya perhatikan, terjadi sejak pandemi. Ketika banyak kantor menerapkan kebijakan Work From Home (WFH) sehingga karyawannya tidak berjumpa secara fisik di tempat kerja.

Sejak itu, batasan waktu dan tempat kerja secara drastis menjadi rancu. Kerja bisa dilakukan di mana saja, kapan saja, dan menggunakan tools daring apapun. Enak sih, fleksibel. Tapi jadinya semua serba digampangin dan sruntal-sruntul.

Bisa tiba-tiba ada meeting daring yang dimulai jam 9 malam, komplain masuk jam 2 pagi, ditagih laporan di hari minggu. Wis lah tobat.

Yang begini-begini nih kayaknya nggak terjadi ketika zaman Ibu Bapak saya dulu bekerja. Keduanya bisa pulang sekitar jam maghrib tanpa perlu khawatir ditelepon rekan kerjanya jam 10 malam. Wong nggak punya HP. Telepon rumah juga nggak ada. Pulang kerja ya pulang aja. Ganti peran jadi orangtua. Kalaupun membawa kerjaan dari rumah, bentuknya dokumen saja. Itupun jarang.

Sentosa tho? Ya sentosa. Makanya orangtua kita bingung lihat anaknya pulang kerja kok masih asyik aja balesin WA kantor, buka laptop karena ada yang mendesak, atau uring-uringan karena tiba-tiba kena tegur atasan.

Kerancuan jam dan "universe" dunia kerja yang begitu cair itulah yang lantas membuat orang sesekali merasa perlu memasang border/pembatas. Cutilah dia kan. Dengan harapan bisa menarik diri sejenak dari dihajarblehnya ruang privat dia oleh urusan-urusan pekerjaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun