Selain Yudas Iskariot, tokoh antagonis yang kerap disebut dalam kisah sengsara Kristus adalah Pontius Pilatus. Beberapa kali saya bertanya-tanya, memangnya seberapa sentral sih peran Pontius Pilatus, hingga namanya  disebut dalam syahadat yang diucapkan oleh umat Kristiani setiap menyatakan imannya? Potongan syahadat yang memuat nama Pilatus berbunyi: " ... yang menderita sengsara dalam pemerintahan Pontius Pilatus. Disalibkan, wafat dan dimakamkan."
Dalam hati, saya selalu merasa bahwa Pontius Pilatus itu sebenarnya orang baik.
Anggapan bahwa Pilatus sesungguhnya orang baik, selalu muncul setiap menjelang Paskah. Ketika jalan-jalan salib diselenggarakan. Ketika pasio dinyanyikan. Ketika bacaan Kitab Suci mengartikulasikan kembali peristiwa ketika Yesus disesah. Ketika teks yang bersumber dari Yohanes mengulang nama Pilatus setidaknya sebanyak 24 kali. Banyak betul!
Tahun ini, perasaan itu kembali muncul.
"Mengapa nama Pontius Pilatus sampai disebut dalam syahadat? Kayaknya dia tuh hina banget ya, sampai kesalahannya harus diulang-ulang terus sama umat."
Pertanyaan tersebut saya lontarkan sembari lalu, kepada seorang Romo yang saya kenal. Romo tersebut menjawab, "Namanya ditaruh di situ sebagai penanda periode. Dalam pemerintahan Pontius Pilatus."
Ah, betul juga. Tidak ada pernyataan yang memojokkan Pontius Pilatus di situ. Tapi kalau begitu, mengapa tidak ditulis dalam pemerintahan Kaisar Tiberius saja? Atau Raja Herodes, atau Hanas/Kayafas? (Itulah saya ya. Umat ndablek yang tiada hentinya mempertanyakan).
Pontius Pilatus, Sosok Manusia Biasa
Pilatus mengemban tugas sebagai prefek/gubernur Kerajaan Romawi di Provinsi Yudea. Banyak sumber yang saya baca mencantumkan kualitas personal Pilatus sebagai gubernur yang kejam, mempromosikan penyembahan kepada kaisar, serta memprovokasi kerusuhan antara orang Yahudi dan Samaria.
Oleh karenanya, Pilatus adalah cerminan pemimpin yang lalim. Amat wajar apabila saya dan Anda memandang Pilatus sebagai villain. Sebagai orang berdosa yang kejahatannya direkam oleh sejarah.
Demikian pula pada konteks pengadilan Yesus, Pilatus memiliki wewenang untuk menjatuhkan hukuman terhadap Yesus atau membebaskannya . Akan tetapi, alih-alih memilih membebaskan Yesus, Pilatus malah kesohor karena aksi mencuci tangannya. Tindakan tersebut memiliki asosiasi sebagai bentuk keengganan untuk menanggung risiko. Ogah bertanggung jawab. Tidak mau disalahkan. Mencari keselamatan bagi dirinya sendiri. Bagi karier, jabatan, nyawa, serta image-nya di hadapan publik dan atasannya.