Mohon tunggu...
Widha Karina
Widha Karina Mohon Tunggu... Penulis - Content Worker

seni | sejarah | sosial politik | budaya | lingkungan | buku dan sastra | traveling | bobok siang. mencatat, menertawakan keseharian, dan menjadi satir di widhakarina.blogspot.com dan instagram.com/widhakarina

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

7 Rumor Traveling ke India, dari Makanan Jorok sampai Keamanan Perempuan

6 Maret 2019   22:47 Diperbarui: 22 Februari 2023   21:21 16837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Naini kalau mau coba minuman pedas. Ini soda campur jeruk nipis. Kalau mau menghangatkan badan, coba minta dicampur masala. Sensasinya kayak minum sprite pakai lada. (Foto oleh WIDHA KARINA)

Plus, review saya ini belum tentu bisa dijadikan acuan yang pasti. Kenapa? Karena apalah yang bisa kamu nilai segitu akuratnya jikalau kamu hanya berkunjung seminggu sahaja di negeri orang (tanda-tanda laen kali cutinya mesti sebulan). Tapi juga dalam seminggu itu saya belajar, bahwa nggak adil juga kalau kita berburuk sangka yang terlalu pada negeri yang uedyan ini, apalagi sampai membatalkan kunjungan. Yuk marihey kita mulae.

1. "Makanannya bersih nggak sih?"

Ni kalau yang tanya orang Indonesia, palagi shobat misqueen, rasanya kuingin geleng-geleng kepala. Jikalau klean biasa beli pecel ayam tenda, telor gulung di trotoar, lauk warteg yang diangetin lagi, pentol cilot dari abang-abang naik sepeda, somay dari ikan sapu-sapu danau UI, yakinlah teman, kamu punya imun yang ciamik buat menghadapi makanan di India.

Prinsipnya sih sama aja kayak milih makanan di Indonesia. Ya liat aja gimana gerobaknya, gimana cara masaknya, dia jualan di deket tempat sampah apa gak, dan lain-lain. Kalau kamu termasuk orang yang suka makanan bersih, yo jangan beli makanan yang secara penampakannya aja udah hardcore. Kamu bisa pilih restoran pinggir jalan yang bersih dan enaknya bikin terharu. Tapi saya dan Nisa malah beberapa kali merasa lebih cocok dengan rasa makanan kaki lima. Ada yang jualannya deket got jorok dan kuku pejualnya item-item gitu. Hehe.

Salah satu jajanan yang terngasal, nemu di tengah gang pasar di Jaipur. Nda terlalu higienis tapi rasanya warbyazak. (Foto oleh WIDHA KARINA)
Salah satu jajanan yang terngasal, nemu di tengah gang pasar di Jaipur. Nda terlalu higienis tapi rasanya warbyazak. (Foto oleh WIDHA KARINA)
Tipikal warung pinggir jalan di Hyderabad. Rasanya tsadest enak banget sampe terharu. (Foto oleh WIDHA KARINA)
Tipikal warung pinggir jalan di Hyderabad. Rasanya tsadest enak banget sampe terharu. (Foto oleh WIDHA KARINA)
Ini di restoran. Makan termewah dan terbersih selama saya dan Nisa di India. Harganya bisa 2,5 kali lipat dari harga di warung atau gerobak pinggir jalan. (Foto oleh WIDHA KARINA)
Ini di restoran. Makan termewah dan terbersih selama saya dan Nisa di India. Harganya bisa 2,5 kali lipat dari harga di warung atau gerobak pinggir jalan. (Foto oleh WIDHA KARINA)
Masala Chowk di Jaipur, semacam outdoor food court di tengah taman. Anak mudanya banyak yang nongkrong di sini. Makanannya enak-enak dan bersih. (Foto oleh WIDHA KARINA)
Masala Chowk di Jaipur, semacam outdoor food court di tengah taman. Anak mudanya banyak yang nongkrong di sini. Makanannya enak-enak dan bersih. (Foto oleh WIDHA KARINA)

Ohya, sebagai info, hotel di India biasanya membuka lantai 1 mereka sebagai resto. Selain lebih bersih, rasanya enak, harganya pun masih terjangkau. Bisa jadi pilihan bagus nih daripada ketergantungan ke McD atau KFC lagi. Lagipula McD dan KFC di sana agak susah dicari, nggak berceceran kayak di Indonesia.

Soal minum, ada beberapa blog yang menyarankan untuk tidak minum selain dari botol air mineral bersegel. Saya luput membaca poin ini sebelum berangkat ke India. Jadilah saya selama di India malah jelalatan nyari drinking water station demi refill botol minum. Saya refill di penginapan, bandara, food court, restoran, dan warung pinggir jalan. Cuma 1 lokasi yang secara naluri saya enggan ngambil: lokasi wisata.

Pemerintah India tampaknya memang menjamin ketersediaan fountain/drinking water station di seantero kota buat penduduknya. Restoran (baik yang high class maupun yang pinggir jalan) pun terbiasa menyediakan teko berisis free "regular water" yang akan diisi terus begitu kamu menghabiskannya. Kalau kamu lebih suka air dalam kemasan, kamu bisa pesan "mineral water" ke pelayannya. Bedanya, "regular water" itu di teko dan gratis, sedangkan "mineral water" itu air minum botolan dan mbayar.

Jangan lupa perhatikan kebersihan gelas di resto ya. Saya yang selalu nuang air dalam teko ke botol minum pribadi pernah sekali liat pengunjung resto nenggak langsung dari teko. Aih mak itu nasi biryani dari kumisnya bisa jatuh ke dalem dan muter-muter dalam teko. Tapi hal tersebut tak menyurutkan niat buat selalu refill gratis. Hahaha. Dengan pola makan-minum begitu, untungnya saya sehat selama 7 hari di India. Sama sekali nggak sakit dan nggak mules. Padahal di Jekardah, saya hobi mules.

2. "Aku nggak bisa ke India, soalnya makanannya pedes-pedes."

Lalu gimana dengan makanan pedasnya? Bukannya itu juga bisa bikin mules? Emm... kalau yang ini.. gatau ya. Jangan-jangan saya dan Nisa yang kurang beruntung. Tapi kami nggak menemukan makanan yang segitunya bisa membakar lidah dan perut kami. Malah lebih pedes menu fusion di McD dan KFC India.

Naini kalau mau coba minuman pedas. Ini soda campur jeruk nipis. Kalau mau menghangatkan badan, coba minta dicampur masala. Sensasinya kayak minum sprite pakai lada. (Foto oleh WIDHA KARINA)
Naini kalau mau coba minuman pedas. Ini soda campur jeruk nipis. Kalau mau menghangatkan badan, coba minta dicampur masala. Sensasinya kayak minum sprite pakai lada. (Foto oleh WIDHA KARINA)
Makanan otentik India yang kemarin kami coba tuh lebih ke pedes rempah dan bikin hangat perut, tapi gak sampai bikin gelagepan. Entah karena tukang masaknya nurunin standar pedas begitu ngeliat kami orang asing kali yak? Tapi apa iya selama 7 hari, tukang masaknya punya inisiatif yang seragam? Mana temen saya sering dikira orang lokal. FYI, standar toleransi pedas saya hanya sekitar di ayam R*cheese dan G*prek Bensu level 4. Temen saya malah mungkin level 2 aja. Jadi, karena gak mules, Diatabs dari Tanah Air tercintah nggak kepake deh~ (untung aja belum beli Imodium. Kan mahal yak).

Makanan terpedas yang kami temukan di Delhi ternyata cuma gertak warna. Sepertiga pedesnya samyang. (Foto oleh WIDHA KARINA)
Makanan terpedas yang kami temukan di Delhi ternyata cuma gertak warna. Sepertiga pedesnya samyang. (Foto oleh WIDHA KARINA)
Buat rekan-rekan muslim, makanan di India relatif aman. Kulinernya kebanyakan adalah makanan vegetarian dan vegan. BTW susah sekali cari ayam. Di Hyderabad, malah lebih mudah menemukan olahan daging domba. Babi sangat sangat sangat jarang ditemukan. Kalau sapi mah sudah pasti nggak ada ya....

3. "India itu jorok ya katanya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun