Plus, review saya ini belum tentu bisa dijadikan acuan yang pasti. Kenapa? Karena apalah yang bisa kamu nilai segitu akuratnya jikalau kamu hanya berkunjung seminggu sahaja di negeri orang (tanda-tanda laen kali cutinya mesti sebulan). Tapi juga dalam seminggu itu saya belajar, bahwa nggak adil juga kalau kita berburuk sangka yang terlalu pada negeri yang uedyan ini, apalagi sampai membatalkan kunjungan. Yuk marihey kita mulae.
1. "Makanannya bersih nggak sih?"
Ni kalau yang tanya orang Indonesia, palagi shobat misqueen, rasanya kuingin geleng-geleng kepala. Jikalau klean biasa beli pecel ayam tenda, telor gulung di trotoar, lauk warteg yang diangetin lagi, pentol cilot dari abang-abang naik sepeda, somay dari ikan sapu-sapu danau UI, yakinlah teman, kamu punya imun yang ciamik buat menghadapi makanan di India.
Prinsipnya sih sama aja kayak milih makanan di Indonesia. Ya liat aja gimana gerobaknya, gimana cara masaknya, dia jualan di deket tempat sampah apa gak, dan lain-lain. Kalau kamu termasuk orang yang suka makanan bersih, yo jangan beli makanan yang secara penampakannya aja udah hardcore. Kamu bisa pilih restoran pinggir jalan yang bersih dan enaknya bikin terharu. Tapi saya dan Nisa malah beberapa kali merasa lebih cocok dengan rasa makanan kaki lima. Ada yang jualannya deket got jorok dan kuku pejualnya item-item gitu. Hehe.
Ohya, sebagai info, hotel di India biasanya membuka lantai 1 mereka sebagai resto. Selain lebih bersih, rasanya enak, harganya pun masih terjangkau. Bisa jadi pilihan bagus nih daripada ketergantungan ke McD atau KFC lagi. Lagipula McD dan KFC di sana agak susah dicari, nggak berceceran kayak di Indonesia.
Soal minum, ada beberapa blog yang menyarankan untuk tidak minum selain dari botol air mineral bersegel. Saya luput membaca poin ini sebelum berangkat ke India. Jadilah saya selama di India malah jelalatan nyari drinking water station demi refill botol minum. Saya refill di penginapan, bandara, food court, restoran, dan warung pinggir jalan. Cuma 1 lokasi yang secara naluri saya enggan ngambil: lokasi wisata.
Pemerintah India tampaknya memang menjamin ketersediaan fountain/drinking water station di seantero kota buat penduduknya. Restoran (baik yang high class maupun yang pinggir jalan) pun terbiasa menyediakan teko berisis free "regular water" yang akan diisi terus begitu kamu menghabiskannya. Kalau kamu lebih suka air dalam kemasan, kamu bisa pesan "mineral water" ke pelayannya. Bedanya, "regular water" itu di teko dan gratis, sedangkan "mineral water" itu air minum botolan dan mbayar.
Jangan lupa perhatikan kebersihan gelas di resto ya. Saya yang selalu nuang air dalam teko ke botol minum pribadi pernah sekali liat pengunjung resto nenggak langsung dari teko. Aih mak itu nasi biryani dari kumisnya bisa jatuh ke dalem dan muter-muter dalam teko. Tapi hal tersebut tak menyurutkan niat buat selalu refill gratis. Hahaha. Dengan pola makan-minum begitu, untungnya saya sehat selama 7 hari di India. Sama sekali nggak sakit dan nggak mules. Padahal di Jekardah, saya hobi mules.
2. "Aku nggak bisa ke India, soalnya makanannya pedes-pedes."
Lalu gimana dengan makanan pedasnya? Bukannya itu juga bisa bikin mules? Emm... kalau yang ini.. gatau ya. Jangan-jangan saya dan Nisa yang kurang beruntung. Tapi kami nggak menemukan makanan yang segitunya bisa membakar lidah dan perut kami. Malah lebih pedes menu fusion di McD dan KFC India.