Mohon tunggu...
Widha Karina
Widha Karina Mohon Tunggu... Penulis - Content Worker

seni | sejarah | sosial politik | budaya | lingkungan | buku dan sastra | traveling | bobok siang. mencatat, menertawakan keseharian, dan menjadi satir di widhakarina.blogspot.com dan instagram.com/widhakarina

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Masihkah Saya Tabu?

30 September 2015   17:12 Diperbarui: 30 September 2015   17:12 8936
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber gambar: visualdocumentationproject.wordpress.com"][/caption]Berikut akan saya kisahkan tentang seorang tua yang masih bertahan hidup hingga tahunnya yang ke-80. Karena catatan ini berisi tentang suatu kelompok yang namanya masih menjadi momok untuk disebutkan di republik ini, maka saya akan menggunakan istilah "SAYA TABU." Yang dimaksud dengan "SAYA TABU" dalam catatan ini adalah singkatan dari: organiSAsi yang namanYA TAk Boleh diseBUt.

Kemarin saya bertemu dengan seorang tua, di sebuah acara
Pria
80 tahun usianya
Berkacamata
Menunduk saja

Ia menjual buku dengan sampul perpaduan warna putih dan merah tua
Sebanyak 25 jumlahnya
Dijajakan dengan harga limabelas ribu saja
"Kesaksian" judul bukunya
Tak menarik gambar di dalamnya

Bapak ini segera berdiri setiap ada tangan menyentuh dagangannya
Tak peduli ia, bahwa tulangnya menjerit minta istirahat
Dihiraukan saja pita suaranya yang berderit minta berhenti
Namun ia tetap berkeras untuk bercerita
Menceritakan isi dari bukunya
Yang ia tulis sendiri

Lembar demi lembar uang kini berdiam di kantongnya. Ia tak tahu:
Bahwa suaranya sebenarnya hampir tak bisa didengar
Bahwa telinganya sudah tak lagi mendengungkan pertanyaan calon pembelinya
Bahwa yang ia coba jelaskan tidaklah menjawab keingintahuan konsumennya

Dapat ditebak, bahwa mungkin khalayak membeli bukunya karena iba..

Karena ketertarikan yang aneh, kaki ini mendekat padanya. Berikut fakta-fakta yang melintas dalam interaksi kami.
Bapak ini dulunya adalah anggota SAYA TABU
..dan bersikukuh bahwa hingga sekarang Ia masih anggota SAYA TABU
Sungguh Bapak ini sangat sulit berbicara  dan bergerak
Namun matanya tetap bernyala
Ada kenangan di dalam sana
Ada perih dan duka
Ia berasal dari suatu kota di Jawa Tengah
Sampai akhirnya terjadi peristiwa di tahun 65
Dan ia diasingkan ke Pulau Buru, pulaunya SAYA TABU

"Saya hanya anggota, dan merasa tidak pernah berbuat buruk. Saya tidak main perempuan, membunuh, memukul, madat, minum, apalagi korupsi."

Kemudian seorang mahasiswa datang, menanyakan isi buku tersebut. Sang Bapak dengan spontannya menyebutkan nama-nama berpangkat, yang ia tunjuk sebagai pelaku kasus 65 dengan segala sepak terjangnya. Mendengar suara Bapak yang samar-samar, mahasiswa tersebut hanya memiringkan kepala. Bingung. Dengan tatapan entah ragu, entah haru. Maka saya membantu menceritakan bahwa buku tersebut merupakan kesaksian Bapak ini.

Saya berusaha membantu si bapak yang suaranya tidak lagi dapat dikatakan bisik-bisik, melainkan hanya berderit. "Bapak ini seorang SAYA TABU dan merupakan 'alumni Pulau Buru', " kata saya. Menjelaskan lalu waspada dengan respon yang akan saya terima.
Mahasiswa tadi hanya berkata, "WOW!" sambil nyengir, kemudian mengeluarkan uang di sakunya, menebus buku dengan lembaran uang sepuluh dan lima ribu.

Bapak tersebut tidak mempunyai rumah, kini tinggal di sebuah kantor yang bersedia menampung dirinya. Ia tak pernah lagi kembali ke Jawa Tengah. Saya tak punya uang, katanya. Dana mencetak buku tersebut adalah dana bantuan dari teman-temannya yang kelak akan ia kembalikan. "Saya tidak bisa mematok harga mahal untuk buku ini. Toko buku saja tidak mau terima buku saya. Jadi saya sendiri yang harus mencetak dan menjualnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun